Suatu hari teman seangkatan saya mengirimkan pesan singkat : "Na, aku sebenarnya udah siap nikah, insya Allah. Kamu bisa ga bantu aku? Aku percaya ma kamu Na.." Ini
bukan pertama kalinya saya menerima sms seperti itu. Sms serupa juga
pernah datang beberapa dari teman akrab yang lain. Tiba-tiba saya jadi
tersadar, betapa pernikahan adalah sesuatu yang sangat didamba-dambakan
bagi yang masih sendiri. Bahkan satu setengah tahun yang lalu saya juga
merasakan apa yang dirasakan oleh teman-teman. Feeling lonely,
jauh dari keluarga dan teman-teman setia karena ditempatkan di daerah
yang jauh dari tempat kita dibesarkan. Bahkan saat bertemu keluarga
dalam momen lebaran pun rasanya ada yang kurang. Kuliah sudah, kerja
juga sudah. Penghasilan ada walau tak begitu besar. Lalu apa lagi?
Hmm,...Ya, pasangan hiduplah yang saat itu begitu saya rindukan. Saya
rindu menikah. Sudah saatnya saya menikah. Kemana harus kucari engkau,
Pangeranku? Dalam doa yang kupanjatkan selalu kuselipkan pinta agar
Allah berkenan mempertemukanku dengan pasangan hidupku. Dan betapa riang
gembiranya hati ini saat akhirnya Allah pertemukan kami dalam sebuah
pernikahan. Saat itu, saya merasa menjadi orang yang paling berbahagia
seantero dunia. Kini,
setelah satu setengah tahun berlalu baru saya sadari bahwa saya kurang
mensyukuri ni'mat pernikahan yang dulu amat saya inginkan. Ada saja yang
saya keluhkan. Kekurangan pasangan, kekurangan uang, repot mengurus
anak, tidak bebas lagi seperti dulu sewaktu masih sendiri, tidak cocok
dengan kakak ipar, mertua yang kurang pengertian, dan sederet
keluhan lain yang pasti amat panjang jika saya tulis semuanya di sini.
Padahal semua yang saya keluhkan bukannya datang tiba-tiba tanpa sebab.
Semua itu adalah konsekunsi dari sebuah pernikahan yang sudah pernah
saya pikirkan dengan matang. Padahal semua itu adalah bagian tak
terpisahkan dari sebuah pernikahan. Padahal... Duh
Gusti, betapa tak bersyukurnya hambaMu ini. Betapa banyak ni'mat telah
Kau berikan pada Kami, sedangkan kami adalah hamba yang penuh dengan
kelalaian. Duh Gusti, ampuni kami... Astaghfirullah... Jadi
ingat dengan ayat yang diulang-ulang dalam surat yang sudah satu tahun
ini saya belum juga hafal karena kemalasan saya sendiri. Fabiayyi aalaa i robbikuma tukadzdzibaan... " Dan ni'mat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan.."
Special for:
- my beloved husband, i really miz u...
- sahabat-sahabat yang belum bertemu dengan setengah jiwanya, bersabar dan berdolah, Allah Maha Tahu yang terbaik untuk hambaNya..
*Tulisan ini saya buat tahun 2009, sebelumnya dimuat di blog saya yang lain. Dalam rangka penertiban, saya pindahkan tulisan tersebut kesini.