Kamis, 25 Juni 2009

Asistenku pergi


Baru sebulan aku merasakan pahit-manis punya asisten di rumah, kini asistenku sudah minta pulang kampung. Aku tak mungkin menahannya karena alasannya adalah suaminya yang sakit keras dan takut dapat hukum karma. What can i say? Singkat cerita akhirnya kupulangkan dia. Aku hanya mampu membiayai kepulangannya dengan bis.
Hfff...kemarin saat si asisten ada, aku mengeluhkan pekerjannya yang dibawah standar. Maksud saya, kalo saya disuruh menilai, mungkin saya hanya akan memberinya nilai 4 dalam skala 1-10. Kini, setelah dia pergi banyak sekali yang ingin saya keluhkan. Baru sadar saya betapa berjasanya seorang asisten dirumah. Sudah dua hari ini, saya harus bekerja ekstra keras. Pagi sebelum ke kantor, harus memasak. Pulang kantor harus bersih-bersih rumah. Malamnya harus mencuci. Alhamdulillah ada suami di rumah yang sedang luburan pasca UAS. Suami dengan sukarela mau membantuku di rumah, terutama membantu mengasuh buah hati kami, Afifah yang lagi lincah-lincahnya. Suami juga yang ikut pusing bersama mencarikan jalan keluar saat si asisten minta pulang. Suami besok sudah harus kembali ke Jakarta. Sebagai gantinya, Minggu besok Ibu datang lagi ke rumah kami di Bengkulu. Alhamdulillah, aku masih dikelilingi orang-orang yang sangat mencintaiku. Terima kasih untukmu suami dan Ibuku tercinta. Hanya Allah yang bisa membalasnya.