Minggu, 01 Maret 2009

Baby blues


Ada yang belum tahu baby blues? Saya pernah mengalaminya. Begini ceritanya..
Jauh-jauh hari sebelum melahirkan saya banyak baca artikel kehamilan dan kelahiran, termasuk artikel tentang babyblues. Tentu saja dengan harapan babyblues ini tak akan menghampiri saya pasca melahirkan nanti. Ternyata tidak demikian. Saya terkena baby blues. Stress berat. Uring-uringan. Banyak nangis. Persiapan mental saya menghadapi kelahiran anak pertama ternyata kurang dari cukup.
Sesaat setelah anak saya lahir, saya diberi kesempatan untuk memeluknya. Tak lebih dari 10 detik. Subhanallah, i am a mother now. Setelah itu, para bidan segera melakukan prosedur untuk membuat anak saya menangis. Salah seorang menyedot dengan selang, sepertinya untuk mengeluarkan cairan ketuban yang tertelan oleh sang bayi. Berikutnya tubuh bayi saya yang begitu kecil dijungkirbalikkan. Ditepuk-tepuk punggungnya. Dst. Hingga akhirnya bayiku dibawa ke ruang bayi. Suamiku pergi. Tinggallah aku sendiri di ruang persalinan. Tak boleh tidur. Sementara tubuh ini begitu lelah setelah melewati proses melahirkan dengan induksi sejak jam 8 pagi hingga jam 17.20.
Berikutnya datang Bapak dan ibu mertua." Selamat ya."
Lalu kakak ipar dan sepupu. "Gimana? Tadi ibunya telpon."
Aku tak mampu bersuara. Hanya berkomat-kamit saja."Mas ahmad mana?"
"Di rumah, nyuci kain dan nanem ari-ari."
Jam berjalan begitu lambat. Aku sangat membutuhkan kehadiran suamiku saat itu.
Singkat cerita aku dibawa ke ruang rawat. Baru sekitar jam 8 saya bisa bertemu dengan bayi saya. Itupun karena perjuangan kakak ipar saya. Makasih ya mba ratih...Jam sembilan akhirnya saya bertemu suami. Saat itulah sedih dan marah bercampur jadi satu. Aku berteriak sejadi-jadinya memarahi suamiku karena pergi tanpa permisi saat aku masih lemah dan butuh dia disisiku. Aku sampai lupa betapa beratnya perjuangan suamiku menemaniku menanti kelahiran buah hati kami. Ada lagi. Satu hal terlupa. Anakku belum diadzanin. Astagfirullah...Suami berpikir Bapak yang mengadzani. Bapak malah mengira sudah diadzani oleh suamiku. Aku makin marah. Perasaan "dilupakan" begitu kuat. Merasa ditinggalkan setelah anak lahir. Belum lagi dipisah dari anak di saat awal-awal menjadi ibu.
Sakitnya luka yang dijahit menambah parah sindromku. Aku memang takut sakit. Duduk setelah berbaring sakit. Berdiri setelah duduk sakit. Duduk setelah berdiri sakit. Semua gerakan menimbulkan rasa sakit. Diam juga sakit. Aku dibayangi rasa sakit pasca melahirkan. Merasa tubuhku rusak gara-gara melahirkan.
Aku melahirkan di kampung mertua di Jakarta. Hampir tiga bulan disana. Aku kagok. Ibuku dari Jawa Tengah memang datang spesial untuk merawatku sehari setelah aku melahirkan. Dengan penuh cinta Ibu merawatku. Mengambilkan aku makan. Memandikan bayiku. Membuatkan aku jamu-jamu khas Jawa. Bahkan juga mengurusi keperluanku yang sangat pribadi. Pokoknya tak terhitung lagi. Selebihnya semua dengan mertua. Alhamdulillah mertuaku sangat baik. Tapi ya tetep aja aku kagok. Banyak hal yang ingin aku tumpahkan. Tapi malu. Aku tak dibesarkan disini. Secara psikologis, aku masih asing dengan keluarga mertua dan juga lingkungan sekitar.
Sepanjang pagi hingga sore saya berkutat dengan bayi yang tak dapat kupahami tangisnya. Asli panik. Aku tak tahu kenapa bayiku menangis. Padahal bayi memang cuma bisa nangis karena belum bisa bicara. Belum lagi kalo ada hal-hal baru. Misalkan saja saat bayi gumoh sampe kemana-mana.
Baru 23 hari melahirkan, pipi kiriku bengkak. Tiga hari tiga malam badanku demam tinggi namun kedinginan. Ya Allah, apalagi ini...Dua kali aku ke dokter gigi. Gigi bungsuku tumbuh. Dokter gigi menyarankan aku untuk operasi kecil cabut gigi bungsu. Ow..Aku bakal "terluka lagi". Aku baru bisa curhat atas kebingungan dan kelelahanku mengurus bayi setelah suamiku pulang dari kantor. Setiap hari seperti itu. Belum lagi saat bayiku menangis dan aku tak mampu menghentikan tangisnya. Rasa percaya diriku jadi terkikis. Mertua dan Ibu kadang bilang "Anak sendiri nangis ko ga bisa ndiemin sih". Jleb. Anjlok pd ku sebagai ibu baru. Aku benar-benar butuh refreshing. Dengan merengek-rengek, aku minta pada suami untuk pulang ke kampungku. Tentu saja bersama dengan bayiku. Suamiku setuju. Disana aku ingin melepas segala penat. Aku banyak tidur. Aku juga berkunjung ke dokter spesialis kandungan muslimah ke Tegal yang berjarak 75km untuk mendapatkan "kesembuhan". Disanalah aku mulai mendapatkan advices yang "agak" melegakan dan mengurangi sindromku. Tak lupa juga ke dokter gigi untuk memeriksakan gigi bungsuku yang membuatku panas dingin itu. Aku juga sempat menjalani fisioterapi. Tak ketinggalan "dukun bayi" juga dipanggil oleh Ibu khusus untuk memijatku. Bayiku diasuh oleh Nenek dan Kakeknya dengan penuh sukacita.
Kehidupan terus berlanjut. Tiba saatnya aku harus mulai bekerja kembali di Bengkulu. Bersama Afifah, suami dan Ibu saya ke Bengkulu. Bayangkan, kami belum punya tempat tinggal disana karena si empunya kontrakan kami sebelumnya mengusir kami saat aku cuti bersalin. Huh, teganya dirimu. Sebulan lebih kami menumpang di tempat Mbak Sri (Jazakumullah mba Sri, mas agung n Puput...) sambil terus berusaha untuk mencari kontrakan (alhamdulillah akhirnya dapat rumah dinas. Makasih Pak Kis, Pak Agus, Pak Hari, Pak Hendro dkk..). Ibuku tak betah di Bengkulu. Rumah masih numpang. Suami sudah kembali ke Jakarta. Tekanan datang lagi. Apalagi saat anak menangis dan tak bisa kudiamkan. Ditambah stres cari kontrakan yang ga ketemu-ketemu. Aku kirimkan sms-sms pada suamiku yang jauh disana. Aku benar-benar minder jadi Ibu baru. Aku juga sebel sama suami. Padahal ini adalah konsekunsi logis dari sebuah pernikahan dan perkawinan. Aku dan suamiku tak mungkin bertukar peran. Sampai kiamat pun wanita lah yang hamil, melahirkan dan menyusui.
Bi, ummi g pd ngurus Afifah. Kyny masih kagok bgt. panik kalo afifah nangis mulu. Afwn y

Tlg dibntu ngasuh plus mendidik afifah ya bi..ummi ga sanggup tanpa abi*nangis*

Bi, badan afifah agak anget, doain ya moga cepet fit afifahnya

Sayang, aD sangat membutuhkanmu untuk mendengarkan kelu kesahku. aD marah dan sedih karena yayang tak ada saat aD membutuhkanmu, bahakan ditelp pun tak bisa

Sayang, is3mu di ambang putus asa..semakin hari semakin merasa tak bs mjd ummi yg baik bg bidadari kcil qt.kepercayaan diriku u merawatnya trkikis habis.mendiamkannya dr tangis saja ummi tak bisa.rupanya baby blues yg kualami semakin parah.i really nid u..dampingi ummi merawatnya..doakan agar is3mubs bertanggung jwb atas amanah ini d akhirat nanti


Dan inilah jawaban-jawaban dari suamiku...

smangat dinda, qt sama2 sabar y dinda, Allah lg nyiapin yg terbaik buat qt dan afifah sayang..

Smoga Allah selalu menjaganya ya mi..

ummi yang sabar y,ktnya afifah mo djadiin orang besar nantinya, jgn marah2 dunk,djaga baik2 y buah cinta kita^_^;

hari ni mang hp abi lg eror, bbrp x khilangan sinyal, layarnya g ada tulisan. sms ummu baru masuk jam7, sms jg failed,abi sayang ummi, afifah juga, semoga Allah memudahkan segala urusan kita di dunia dan akhirat

kanda memilih dinda menjadi istri tercinta karena kanda yakin dinda adalah ibu terbaik buat anak2 kita.smangat sayang, sugesti positif bisa membantu memperbaiki

Dinda adalah is3 yang cerdas, pasti bisa mengurus seorang afifah, kembalikan niat kita seperti wkt perjuangan qt menghasilkan benih ungguldi rahim manusia ter......*sensor*(habis suamiku berlebihan banget c mujinya)

90% diri kita adalah sugesti, klo kita penuhi diri ini dgn sugesti positif, insya Allah kita akan menjalani kehidupan yg positif, mknya jgn memelihara sugesti negatif

einstein bikin bohlam stelah 100an bahkan mungkin 1000an kali percobaan krn dia punya sugesti positif pasti bisa melakukannya, coba kalo dia bilang gagal&jangan berharap pdnya, mgkin smpe hr ni triliunan ton lilin yg kita habiskan, smangat sayang, aku percaya padamu, karena kau adalah anugerah terindah yang pernah kumiliki ---> maap yg bener thomas alfa edison sayang

lupakan baby blues, hapus kata ini dari kamus dinda, tanamkan kata baru yang lebih positif..dinda adalah wanita tercerdas dalam mendidik bidadari kecil kita

Lots of luv! raise up my beauty..keep fight, keep spirit.muach..:)


Selain itu aku juga sering berdialog dengan beberapa teman kampus tentang repotnya menjadi ibu baru , salah satunya ibu Ratu Siti Maryam. Jazakillah ya ukh...

Dan akhirnya, Terhitung Mulai Tanggal 28 Januari 2009 jam 18:57, aku bebas dari Baby Blues..
Kukirimkan sms pada suamiku tercinta:

Makasih ya kakanda, telahmenitipkan benih cinta dalam rahimku, dan sekarang dinda akan terus berusaha u menjadi ibu terbaik bagi anak-anak qt.


















Afifah si BOLANG (Bocah Petualang)


Si kecilku ini sepertinya benar-benar hobi traveling. Bagaimana tidak, sejak dalam kandungan Afifah sudah menjelajah ke beberapa tempat bersama Ummi dan Abinya. Berikut catatan perjalanannya :

Sebelum ada dalam kandungan, Ummi dan Abinya bersepakat untuk haoneymoon guna mempercepat hadirnya sang buah hati. Memang sih tak ada yang bisa mempercepat atau memperlambat, tapi hubungan jarak jauh kami Jakarta-Manna yang hanya berjumpa tiga hari-an setiap bulannya membuat kami harus berpikir bagaimana caranya agar rumah tangga kami duianugerahi buah hati. Akhirnya kami berdua memutuskan untuk cuti. Ummu Afifah "kabur" dan cuti lebih dulu meninggalkan rutinitasnya di KPPN Manna, terbang ke Jakarta menemui Abu Afifah. Setelah Abu Afifah mendapatkan izin cuti, kami berdua melaju ke Pemalang, tempat kami menikah dulu untuk berbulan madu^_*;
Dalam perjalanan panjangnya menemui Abu Afifah, Ummu Afifah telah melampaui banyak ritangan. Penerbangan yang dibatalkan seharian karena Cengkareng banjir, harus cari tempat menginap (Thanx to dr. Cintya, saudaranya dan Ibu pegawai bank Mega), bertemu Sang Kepala Kantor dan diomelin di bandara, Abu Afifah yang kerja banting tulang tak bisa pulang, tak ada yang jemput setelah turun dari Angkot, tak ada yang menjamu saat tiba di rumah mertua..hiks...pokoknya benar-benar tak terlupakan. Namun akhirnya semua perjuangan itu tak sia-sia. Sebulan kemudian Ummu Afifah hamil. Alhamdulillah...

Saat dalam kandungan
  1. usia dua bulan, Afifah jalan-jalan ke bendungan di Seginim, kurang lebih setengah jam dari Kota Manna bersama tante Eka dan Tante-tante dan Om-Om dokter yang PTT di Manna
  2. usia tiga bulan kehamilan Afifah sudah pulang pergi Jakarta-Manna mengikuti umminya yang mendapat jatah diklat pegawai KPPN Percontohan.
  3. usia lima bulan, Afifah ikut umminya pindah domisili dari Manna ke Bengkulu, sesuai SK Penempatan Pegawai KPPN Percontohan di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan
  4. usia enam bulan, Afifah ikut ummi dan abinya jalan-jalan naik motor ke Kepahang, melewati dua gunung kecil, gunung tunjuk dan gunung bungkuk
  5. usia delapan bulan, Afifah ke Jakarta untuk dilahirkan
Setelah nongol di Bumi

  1. usia 1 bulan, Afifah diajak kondangan
  2. usia 41 hari, Afifah ke Pemalang untuk bertemu dengan keluarga besar di Pemalang, terutama kakek, nenek dan om-omnya
  3. usia 52 hari, Afifah balik lagi ke Jakarta
  4. Usia 57 hari, Afifah terbang Jakarta-Bengkulu (padahal di bengkulu kami belum punya tempat tinggal, numpang sementara di rumah kawan karena rumah yang dulu tak kontrakkan lagi)
  5. Usia tiga bulan, Afifah pindahan lagi dari rumah kawan Ummi ke Rumah dinas
  6. usia 3,5 bulan, bersama neneknya Afifah menemani Ummi outbond di Tahura (Taman Hutan Raya dari jam 8 pagi sampai jam 8 malam, tanpa menangis daan hanya tidur sebentar-bentar
  7. Usia 6 Bulan, Bengkulu-Jakarta-Bengkulu dalam empat hari, mengantar nenek pulang dan menjemput pengasuh.
  8. Usia 8 Bulan, Bengkulu-Jakarta hanya bersama abi, terpaksa karena tak ada pengasuh di Bengkulu.
  9. Usia 9 Bulan, Jakarta Bengkulu, karena sudah dapat pengasuh di sana.
  10. Usia 10 Bulan, Bengkulu-Jakarta, terpakasa dibawa ke rumah Mbah Uti karena oleh abi pasca diopname karena malaria dan tak ada pengasuh.
  11. Usia 11 Bulan, Bengkulu-Jakarta, ada pengasuh lagi
  12. Usia 1 tahun, Bengkulu-Lubuk Linggau, silaturahmi ke mbah disana.
  13. Usia 15 bulan, Bengkulu-Jakarta, bersama abi karena ummi dimutasi ikut suami. Sementara ummi masih di bengkulu untuk packing.
  14. Usia 20 bulan, Jakarta-Pemalang, mudik Lebaran 2010.
  15. Usia 2 tahun, jalan-jalan ke Bandung.
  16. Usia 3 tahun, jalan-jalan ke Jogja.
Subhanallah, ternyata sejak bayi saja sudah terlihat bakat dasarnya, travelling. Afifah paling suka kalo dipakein topi atau jilbab dan kaos kaki. Ini tandanya Afifah akan diajak keluar rumah, paling tidak jalan ke tetangga atau belanja ke warung terdekat. Afifah jarang sekali menangis kecuali panas atau lapar. Apalagi kalau diajak pergi jauh, yang tua sudah teler tapi Afifah masih enjo-enjoy aja. Alhamdulillah setelah bepergian jauh pun Afifah belum pernah sakit.

Afifah, jeljajahilah bumi Allah yang luas ini dan temukan keagunganNya dalam setiap penciptaan,
Agungkanlah nama Allah, Nak..