Rabu, 25 September 2013

Hati dan Hati

Pernahkah kamu merasa begitu sulit untuk dekat dengan seseorang? Segala usaha telah dilakukan, namun orang itu terasa begitu sulit untuk didekati, bahkan seperti menjauhi kita? Jika itu terjadi, kamu tak perlu memaksakan diri untuk mendekat-dekat pada orang yang menjauh darimu. Sesungguhnya hati dan hati itu ada chemistrynya. Tak akan berekasi sesuai keinginan jika tak pas komposisi senyawa-senyawanya. Hati dan hati  juga seperti puzzle, , dan hanya kepingan-kepingan yang berpasangan lah yang bisa membuat puzzle itu menjadi utuh. Cukup lah berbaik sangka pada Allah dan pada sesamanya. Insya Allah akan ada waktunya untuk bertemu dengan hati-hati yang terikat cinta. 

Duhai Dzat yang Maha membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati ini di atas agamaMu...

Mira Julia (Lala) dan Sumardiono (Aar) Ternyata Tak Beragama

Sebetulnya mengagetkan sekali bagi saya mengetahui fakta ini. Setahu saya, mereka sudah seperti seorang pahlawan dan guru dalam dunia homeschooling. Saya kira selama ini mereka adalah seorang muslim atau seorang kristiani. Tapi, sudahlah. Lakum dinukum waliyadiin..(Bagimu agamamu, bagiku agamaku).
berikut adalah salah satu sumbernya :
http://indonesia.faithfreedom.org/forum/kontroversi-aku-yang-tidak-beragama-komunitas-lia-eden-t5138/


Selasa, 24 September 2013

A Little Bit About Democracy -my opinion-

Membaca buku-buku kuliah Universitas Terbuka yang berjudul Perbandingan Sistem Komunikasi dan Pengantar Ilmu Politik , ada sedikit catatan yang bisa saya simpulkan. Demokrasi semakin hari semakin kabur definisinya hari ini, di negeri ini. Paling tidak, ada tiga wajah demokrasi yag bisa saya indera.

Pertama
Demokrasi itu kebebasan menyuarakan pendapat bagi setiap individu dalam menentukan nasib bersama. Dan jika setiap individu yang ada memilki pendapat yang berbeda maka ini akan sangat menyulitkan untuk mengambil keputusan. Demokrasi dalam wajah ini tak mampu memberikan solusi.

Kedua
Demokrasi itu kebebasan menyaurakan pendapat bagi golongan mayoritas. Golongan minoritas tak dihargai haknya dalam mengemukakan pendapat. Yang ada hanyalah pemaksan kehendak dari golongan mayoritas kepada golongan minoritas agargolongan minoritas ini mengikuti golongan mayoritas. Suara terbanyak adalah pemenang dalam sebuah pengambilan keputusan. Dan ini adalah tentu saja merupakan sebuah pelanggaran atas demokrasi yang mengutamakan mudyawarah untuk mufakat.

Ketiga
Demokrasi itu kebebasan menyuarakan pendapat bagi golongan minoritas. Meski jumlah mereka minor (sedikit), kalau mereka punya banyak 'duit' maka mereka akan bebas berkoar-koar menyatakan pendapat mereka, bahkan menekan golongan mayoritas.

Itu yang dari buku. Berikutnya tambahan dari saya.

Keempat
Demokrasi tidak datang dari ajaran Islam. Maka Demokrasi juga bukan untuk kejayaan Islam, juga bukan untuk kemaslahatan Ummat, khususnya kaum muslimin. Demokrasi benar-benar tidak diperuntukkan bagi muslim. Ga percaya? Tengok lah Afganistan, Iraq, Lebanon, Libya, Mesir, Syria, dan terakhir Turki. Meski yang saya sebut terakhir gagal di kudeta. Cobalah cari taju apa yang sebenarnya terjadi dengan negara-negara tersebut. Dengan dalih demokrasi mereka mengobok-obok negera dengan pemerintah yang telah settle. Mereka menggulingkan pemerintah yang saha dengan alasan pemerintah yang berkuasa otoriter. Lalu mereka ajukan calon-calon  boneka mereka, direkayasa sedemikian rupa hingga akhirnya rakyat memilih pemimpin boneka tersebut dan menjadi pemenang dalam pemilihan umum. Dan jika yang menjadi pemenang adalah dari pihak muslim, maka mereka akan melakukan makar yang negitu licik, kotor, dan kejam untuk menggulingkan pemerintah yang sah yang menjadi pemenang dalam pemilihan umum tersebut.

Well, ga usahlah ya mengagung-agungkan demokrasi. Yakinlah, bahwa yang terbanyak belum tentu benar. Jangan lah menjadi pembela bagi yang bayar. Karena kelak, setiap kita akan dimintai pertanggungjawaban.

Eits, tunggu dulu. Ini bukan berarti saya anti pemilihan umum di negara kita ya. Kalau di negara kita ada pemilihan umum, manfaatkan suaramu. Pilih pemimpin yang Muslim dan sholeh. InsyaAllah dia akan menjadi pemimpin yang amanah. Bayangin, sama Tuhan yang tak terlihat saja Dia takut, insyaallah dia akan sayang sama rakyatnya. Jangan pilih yang bukan muslim ya, ini serius. Bagi kita yang muslim, haram hukumnya memilih yang non muslim untuk dijadikan pemimpin. Sila cari informasinya sendiri. Ini bukan soal ga toleran, tapi inj soal yang sangat prinsip. Aqidah. Tauhid. Jangan kau gadaikan agamamu dalam hal ini. Saya percaya, selama masih ada yang muslim, dia jauh lebih baik daripada yang non muslim.

Tadi bilang demokrasi bukan dari Islam, tapi kok nyuruh milih? Maksudnya apa? Lha iya, lha wong cuman itu toh yang bari bisa kita lakukan. Mana bisa kita ujug2 membentuk khilafah, kalau keadaan kaum muslimin aja masih seperti ini. Paling tidak, lakukan apa yang bisa kita lakukan. Ambillah partisipasi dalam rangka mengembalikan kejayaan Islam, dengan apa yang bisa kita lakukan. Memilih atau tidak, kita tetap dimintai pertanggungjawaban di hadapanNya kelak.

Itu saja ya.

Senin, 23 September 2013

Informasi Sampah dan Jurnalisme Nurani

Kita di era digital saat ini didera begitu banyak informasi. Hanya saja, tak semua informasi itu baik dan kita butuhkan. Betapa banyak "informasi sampah" yang kita terima setipa harinya. Gosip-gosip murahan, dusta, kegilaan, saling mencemooh dan mengumbar aib, kriminal, hingga kebiadaban memenuhi lembar-demi lembar media cetak, layar-layar kaca, dan gadget kita. Sebagiannya adalah fitnah yang hanya berdasar dugaan-dugaan dan rekayasa semata. Pun jika bukan fitnah, maka itu adalah ghibah yang bahayanya lebih besar dari pada memakan bangkai saudara. Spam-spam itu terus menerus disiarkan, secara berulang-ulang dan detil, step by step seperti sebuah rekonstruksi. Bagaimana proses seseorang mencampur bahan-bahan berbahaya dalam membuat sebuah produk kosmetik palsu diperlihatkan dengan jelasnya dari awal hingga akhir. Bagaimana seorang anak laki-laki berbuat asusila dengan ibu kandungnya sendiri pun divisualisasikan dengan gamblangnya dslam sebuah tayangan ilustrasi. Alih-alih mencegah, yang ada malah justru memberi contoh. Saya menyebutnya "kejahatan  dunia pers". Ada "agenda setting" disana untuk merusak generasi . Bagaimana tidak, tak selayaknya semua informasi disuguhkan kepada khalayak. Transparansi memang perlu, tapi etika dan moral harus dikedepankan. Bukankah anak-anak kita lebih membutuhkan keteladanan dibandingkan "keedanan"?. Sudah saatnya kita memulai "jurnalisme nurani", jurnalisme yang mengembalikan hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan yang berbudi, bukan hanya binatang yang pandai menuruti naluri atau setan yang merugi. Mari kita dukung "jurnalisme nurani"

Sampai Jumpa Balitaku

Balitaku, maafkan Ummi. Bukan atas apa-apa, tapi atas pilihan yang Ummi jalani. Dulu, sewaktu masih sendiri, kakek dan nenek kalian menginginkan Ummi menjadi pegawai negeri. Sebagai anak yang berbakti, selayaknya Ummi patuh pada perintah mereka, karena Umi yakin, pilihan terbaik bagi seorang anak adalah pilihan yang diiringi restu dan doa orang tua-meski Ummi tak pernah menginginkannya. Ummi tak pernah tahu, setelah satu per satu dari kalian hadir dalam hidup Ummi, pilihan sebagai ibu bekerja akan menjadi sebuah dilema.
Balitaku, maafkan Ummi, jika mulai jam enam pagi Ummi sudah harus rapi, meninggalkan kalian hingga malam datang. Sungguh, bukan hal mudah bagi Ummi menjalani hal ini. Memang belum terlambat bagi Ummi untuk mengambil pilihan yang lain agar bisa menemani kalian sepanajang hari. Tapi, akan berat bagi Abi bekerja seorang diri karena biaya hidup yang semakin meninggi.
Balitaku, maafkan Ummijika Ummi terpaksa harus menggaji orang untuk merawat, menjaga, dan melayanimuselama Ummi bekerja. Dia jelas bukan orang yang kalian inginkan, tapi kehadiranya akan bermanfaat bagi kalian selama Ummi tak berada di samping kalian.
Balitaku, pada Allah kutitipkan kalian, semoga Dia selalu menjaga kelaian dalam setiap keadaan. Ummi yakin, Dia lah yang paling baik dalam menjaga titipan.
Balitaku, Ummi berjanji, sepulang Ummi bekerja nanti, akan Ummi bawakan oleh-oleh yang kalian senangi. Permen, coklat, wafer, mainan, atau apa sajayang akan menghadirkan senyum di bibir mungil kalian, meski itu sangat tak cukup untuk menebusrasa bersalah Ummi yang terlalu lama meninggalkan kalian. Nnati malam, akan kuajarkan kalian membaca, mengaji, juga menulis, mewarnai, menyanyi, memasang puzzlw, saling menggelitiki dan juga permainan lain yang akan membuat kita bergembira bersama
Balitaku, sekarang saatnya Ummi bekerja dulu, membentu Abi juga berbakti pada negeri, semampu Ummi.
Sampai jumpa balitaku...

Dialog Syahnaz dan Abi

Syahnaz sedang kurang enak badan. Tapi Syahnaz tetap aktif bermasin dan tak mau mengakui keadaannya yang sedang sakit.
Abi : "Syahnaz demam?"
Syahnaz : " Enggak."
Abi : "Syahnaz pilek?"
Syahnaz :" Enggak."
Abi : " Syahnaz pusing?"
Syahnaz : "Enggak."
Abi : "Syahnaz mau es krim?"
Syahnaz : "Eng...iya."
Abi : "xixixixixixixi" (ketawa.com)

Wanita dan gelombang

Teruntuk suamiku yang sering kubingungkan menghadapiku...
Ketahuilah sayang, aku adalah wanita,
dan wanita itu seperti gelombang.
Kadang pasang kadang surut
Kadang naik kadang turun
Kadang panas kadang dingin
Kadang ganas kadang jinak
Kadang menenggelamkan kadang mendamparkan
Kadang kuat kadang lemah
Kadang menyenangkan kadang menyusahkan
Kadang menangis kadang tertawa
Kadang berisik kadang diam
Kadang mandiri kadang manja
Kadang senyum kadang bermuram durja
Kadang begini kadang begitu
Tak selalu begini dan tak selalu begitu
Aku pun kadang mengerti kadang tidak tentang diriku
Itulah aku, wanita, makhluk berlekuk, bergelombang
Inginku kau selalu mengertiku dengan segala perubahanku
Mauku kau selalu disiku temani setiap waktuku
Disini, selamanya, bersama mengarungi riak-riak samudera kehidupan
Menaklukkan setiap hempasan gelombang
Agar kapal kita tak karam
Dan selamat hingga berlabuh abadi di seberang

Syahnaz dan Mbak

Hm...jujur saya sangat cemburu dengan kedekatan anak kedua saya, Syahnaz yang baru berusia dua tahun dengan sang pengasuh yang biasa dipanggil Mbak Iin. Bberapa hari ini, saat IIn bertanya, Dede anak siapa? Syhanaz akan menjawab anak Mbak. Dan beberapa kali pula saya mendengar Syahnaz memanggil Mbak IIn dengan panggilan "Mbak Mama". Owh tidakkk. Anak saya yang pertama yang telah berusia hampir lima tahun sampai sering protes ke Mbak Iin agar tidak "mengatakan sayang" kepada adiknya, karena bagi Afifah yang harus sayang sama anak adalah orang tuanya saja. Afifah juga beberapa kali berkata pada adiknya, panggilnya Mbak IIn saja dek, jangan Mbak Mama. Kalau sudah begini, pasti deh syndrome pingin keluar kerja dan jadi full time mother kembali menyerang saya.


Tertarik pada Homeschooling

Semakin banyak aku membaca artikel dan buku tentang homeschooling (HS) maka aku semakin tertarik padanya. Rasa-rasanya HS adalah yang terbaik bagi anak-anakku (dengan banyak syarat tentunya).  Beberapa alasan mengapa aku tertarik pada HS adalah sbb :

1. Keterkaitan orang tua secara aktif dalam pendidikan anak

Sebuah hadits Rasulullah yang sangat terkenal, yang menyebutkan bahwa seorang ibu adalah madrasah bagi anak-anaknya selalu terngiang-ngiang di benakku sejak aku mulai mengenal homeschool. Betapa sekolah pertama dan utama bagi anak-anak adalah keluarganya, orang tuanya, dan terutama sekali adalah ibunya. Bagaimana tidak, sang ibu telah mengandung selama sembilan bulan dan menyusui selama dua tahun. Ibu adalah lingkungan pertama bagi anak dalam mengenal dunia. Dia awal-awal kehidupan sang anak, Ibu selalu berpartisipasi secara aktif dalam pengasuhan, perawatan dan pendidikannya. Apa yang dirasakan oleh seorang Ibu akan juga dirasakan oleh sang nak, dan sebaliknya. Maka sudah selayaknya seorang ibu pasti menginginkan yang terbaik bagi anaknya. Dan hanya HS lah yang memungkinkan orangtua untuk selalu terlibat aktif dalam pendidikan anak. Dalam HS orang tua tidak hanya mendapatkan laporan dari guru memalui buku penghubung tentang perkembangan dan tingkah laku anaknya di sekolah. Dalam HS, orang tua tahu secara "langsung" setiap harinya seperti apa perkembangan anak-anaknya. dan tentunya, ia akan melakukan langkah terapi terbaik bagi permasalahan yang dihadapi anak-anaknya. 

2. HS meningkatkan bonding antara orang tua dan anak

Dalam HS, anak dan orang tua bertemu dalam waktu yang cukup lama setiap harinya. Frekuensi yang sangat sering ini tentu saja akan sangat berguna bagi peningkatan bonding antara orang tua dengan anak. Jika dalam seklah biasa seperti ada jarak antara orang tua dan anak. Beberapa anak malah  yang enggan menceritakan permasalahanya pada orang tua dan lebih memilih teman atau gurunya sebagai teman curhat. Tidak demikian dalam HS. Waktu yang intensif memungkinkan anak dan orang tua untuk salaing belajar memamhami dan menjadi teman yang baik.

3. HS sangat ekonomis

Negara kita memang aneh. Konon pemerintah telah menyediakan anggaran dua puluh persen di bidang pendidikan. Namun besarnya persentase anggaran ini tidak berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pendidikan. sekoalh negeri memang tak memungut lagi SPP tiap bulan, namun semakin banyak orang tua yang sangat khawatir untuk menyekolahkan anaknya di sekolah negeri. Sekolah swasta menjamur dengan biaya yang tidak murah. Dari tahun ke tahun, orang tua terpaksa merogoh sakunya semakin dalam untuk membiayai pendidikan anak-anaknya karena tak ingin anaknya bersekolah di tempat yang salah. Tak pernah ada pembatasan dari pemerintah pada sekolah-sekolah swasta. Sekolahpun semakin tak segan mengenakan biaya tinggi, demi mengejar kualiatas katanya. Hal ini tentu saja tak akan terjadi dalam HS, karena orang tua tak perlu membayar uang pangkal, uang gedung, uang pendaftaran, uang bulanan, uang antar jemput, catering dan lain-lain. Orang tua HS hanya perlu melakukan pengeluaran seperlunya seperti membeli buku, membayar biaya langganan internet, biaya ujian kesetaraan.

3. HS membuat anak lebih berani

Kita yang pernah duduk di bangku sekolah tentu pernah atau bahan sering merasakan malu saat akan bertanya atau menjawab pertanyaan dari guru. Terlebih jika kemudian kita mendapatkan "sorak sorai" dari teman sekelas, maka makin merah padamlah wajah kita. Al hasil, kita menjadi malu dan tak bebas berekspresi di kelas. Tidak demikian dengan anak HS. Dia bisa menginterupsi gurunya kapan saja dia ingin bertanya atau mengungkapkan pendapat. Anak HS diajarkan bagaimana mereka berani dalam mengungkapkan pemikirannya tanpa takut disoraki karena salah. Guru HS tentu akan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak-anaknya.

4. HS membuat anak dan orang tua lebih kreatif

Sekolah biasa telah memilki sylabus yang tetap dan cenderung itu-itu saja sehingga membatasi kreatifitas anak. Sedangkan dalam HS, orang tua dan anak dipacu untuk terus berkreasi menunjukkan daya ciptanya tanpa ada pembatasan yang mematikan daya kreatifitas anak. Orang tua dan anak bisa mencari sumber kreatifitas dari mana saja untuk diterapkan di sekolah HS.

Saya yakin, masih banyak keunggulan HS dibanding sekolah biasa, hanya saja, sejauh ini saya barulah seorang "pengamat luar" yang belum menjalaninya. Saya harap, suatu hari saya bisa menerapkannya pada anak-anak saya. Just wait n see. 








Rabu, 28 Agustus 2013

Hikmah Sholat

Dalam banyak kajian, para ustadz sering menyebutkan tentang hadits Rasulullah saw yang menyebutkan : "Amalan manusia yang pertama kali dihisab (diperhitungkan) oleh Allah pada hari kiamat nanti adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka baiklah seluruh amalnya dan jika rusak shalatnya. Maka rusaklah semua amalanya”. (HR. Thabrani).

Selama ini aku tak mengerti apa maksud hadits Rasulullah ini. Namun, kemaren, saat membaca buku berjudul Al Islam yang ditulis oleh Said Hawwa, saya seperti mendapatkan sebuah pencerahan. Meski saya malu menulisnya karena sholat saya masih sangat jauh dari khusu’ dan sempurna karena sering menunda-nunda, terburu-buru, dan sholat sekenanya paling tidak, saya ingin berbagi tentang “pencerahan” yang saya dapatkan itu.

Sebelum melaksanakan sholat, ada syarat-syarat sahnya sholat yang harus dipenuhi, yang jika salah satunya ditinggalkan maka tidak sah lah sholat yang kita dirikan. Syarat-syarat sah sholat seperti yang saya tahu adalah sebagai berikut :
1.       Suci badan pakaian, dan tempat dari hadats dan najis.
2.      Menutup Aurat.
3.      Masuknya waktu.
4.      Menghadap kiblat.
Ini artinya :
1.       Orang yang baik sholatnya maka baik pula dalam menjaga kersihan dan kesucian diri, pakaian, dan lingkungan.
2.      Orang yang baik sholatnya juga taat dalam menutup aurat. Jika di hadapan Allah saja dia menutup auratnya, apalagi di hadapan manusia lain yang bukan muhrimnya dan memang wajib menutupnya.
3.      Orang yang baik sholatnya adalah orang yang disiplin. Dia akan melaksanakan sholat tepat pada waktunya dan senantiasa menjaga waktu-waktu sholatnya. Sedetikpun dia tak akan melaksanakan sholat jika belum masuk waktunya. Dia juga akan segera melaksanakan sholat tanpa menunda-nunda waktunya.
4.      Orang yang baik sholatnya adalah orang yang taat, karena dimanapun dia berada, dia akan selalu menghadap kiblat saat melaksanakan sholat, kecuali jika sholat di atas kendaraan. Dia akan mencari tahu terlebih dahulu arah kiblat di suatu lokasi sebelum dia melaksanakan sholat.

Itu baru ditilik dari syarat-syarat sahnya sholat. Coba kita lihat dri segi yang lainnya.

Seperti kita ketahui, bahwa sholat adalah suatu bentuk ibadah yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Diantara takbiratul ihram itu terdiri dari bacaan Al Qur’an, dzikir dan doa. Bacaan Al Qur’an, dzikir, dan doa adalah inti dari ibadah. Jadi sholat adalah sesuatu yang merangkum inti dari ibadah. Seseorang yang baik sholatnya, makan akan baik pula bacaan Al Qur’an, dzikir, dan doanya. Paling tidak orang tersebut selalu berusaha untuk memperbaiki bacaan Al Quran, dzikir, dan doanya. Dia akan selalu berusaha membaca, menghafalkan, mengerti, memahami, dan meresapi setiap bacaan yang dia ucapkan dalam sholat. Juga dalam hal gerakan. Dia begitu tuma’ninah. Setiap gerakan dalam sholat dilakukannya satu per satu sesuai dengan apa yang dia tahu dari sholat Rasulullah, Jika pun belum sempurna, dia akn selalu berusaha menyempurnakannya terus-menerus.

Subahanallah, begitu banyak hikmah yang terkandung dalam sholat. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang senantiasa mendirikan sholat. Amin.

Semoga bermanfaat.



Selasa, 30 Juli 2013

Buat saya, menulis itu…

Mengikat ilmu. Ya, dengan menulis saya mencoba mengikat ilmu. Ada hikmah, pengetahuan, pengalaman, perasaan dan segala macamnya yang saya ikat dengan menulis. Ingatan saya sangat terbatas. Maka saya mencoba untuk mengikat atau endokumentasikannya dengan menulis. Dengan menulis, saya lebih mudah mengingat, tentu saja apa-apa yang saya tulis. Dan jika pun saya suatu saat lupa, saya akan kembali membaca tulisan itu untuk mengingatnya.

Berbagi. Dengan menulis, saya mencoba berbagi apa yang saya miliki. Hikmah, pengetahuan, pengalaman, perasaan dan apa saja mencoba saya bagi dengan yang mau membaca tulisan saya. Harapannya pa yang saya tulis mampu memberikan manfaat. Dan jikapun itu sesuatu yang kurang baik, misal pengalaman yang kurang menyenangkan, maka sebisa mungkin itu tak perlu terjadi pada pembaca. Atau jika pun pengalaman saya sama dengan pembaca, maka disana pembaca akan merasa lebih tenang, karena ternyata ada orang yang senasib dengan dirinya J

Menghibur. Menulis tentu saja sangat menghibur. Ada tumpahan perasaan yang hendak meluap atau bahkan meledak jika saya hanya saya pendam sendiri. Maka aku pun memilih menulis untuk mengalihkan emosi saya, meskipun apa yang saya tulis kadang bukan apa yang sedang membuat saya galau dan sedih. Melarutkan diri dalam menulis mampu membuat saya melupakan kegalauan dan menetralkan emosi negatif saya hingga akhirya saya memilih untuk berpikir positif. Bahkan ada kalanya saya menulis sambil senyum-senyum sendiri karena mengingat kejadian-kejadian yang lucu.

Menyelam. Saya sih belum pernah menyelam ke dasar lautan. Tapi dengan dengan menulis saya mencoba untuk menyelami diri saya sendiri. Saya menyelam, jauh ke dasar hati, mencari mutiara hikmah yang ada di dalamnya. Saya menyelam jauh ke alam pikir saya, mengais ingatan dan kenangan akan apa yang telah saya jalani dan alami selama ini dan juga menyelami keinginan di masa depan. Menulis itu menyelam dan menenggelamkan tapi bersifat sangat positif buat saya. Karena saat berpikir tangan pun bekerja untuk merangkai huruf dan kata, menuntut koordinasi antara otak, hati, indra penglihatan, dan jari-jemari.


Itulah sekelumit opini tentang menulis bagi saya. Semoga bisa diambil manfaatnya. 

Buat saya, menulis itu…

Mengikat ilmu. Ya, dengan menulis saya mencoba mengikat ilmu. Ada hikmah, pengetahuan, pengalaman, perasaan dan segala macamnya yang saya ikat dengan menulis. Ingatan saya sangat terbatas. Maka saya mencoba untuk mengikat atau endokumentasikannya dengan menulis. Dengan menulis, saya lebih mudah mengingat, tentu saja apa-apa yang saya tulis. Dan jika pun saya suatu saat lupa, saya akan kembali membaca tulisan itu untuk mengingatnya.

Berbagi. Dengan menulis, saya mencoba berbagi apa yang saya miliki. Hikmah, pengetahuan, pengalaman, perasaan dan apa saja mencoba saya bagi dengan yang mau membaca tulisan saya. Harapannya pa yang saya tulis mampu memberikan manfaat. Dan jikapun itu sesuatu yang kurang baik, misal pengalaman yang kurang menyenangkan, maka sebisa mungkin itu tak perlu terjadi pada pembaca. Atau jika pun pengalaman saya sama dengan pembaca, maka disana pembaca akan merasa lebih tenang, karena ternyata ada orang yang senasib dengan dirinya J

Menghibur. Menulis tentu saja sangat menghibur. Ada tumpahan perasaan yang hendak meluap atau bahkan meledak jika saya hanya saya pendam sendiri. Maka aku pun memilih menulis untuk mengalihkan emosi saya, meskipun apa yang saya tulis kadang bukan apa yang sedang membuat saya galau dan sedih. Melarutkan diri dalam menulis mampu membuat saya melupakan kegalauan dan menetralkan emosi negatif saya hingga akhirya saya memilih untuk berpikir positif. Bahkan ada kalanya saya menulis sambil senyum-senyum sendiri karena mengingat kejadian-kejadian yang lucu.

Menyelam. Saya sih belum pernah menyelam ke dasar lautan. Tapi dengan dengan menulis saya mencoba untuk menyelami diri saya sendiri. Saya menyelam, jauh ke dasar hati, mencari mutiara hikmah yang ada di dalamnya. Saya menyelam jauh ke alam pikir saya, mengais ingatan dan kenangan akan apa yang telah saya jalani dan alami selama ini dan juga menyelami keinginan di masa depan. Menulis itu menyelam dan menenggelamkan tapi bersifat sangat positif buat saya. Karena saat berpikir tangan pun bekerja untuk merangkai huruf dan kata, menuntut koordinasi antara otak, hati, indra penglihatan, dan jari-jemari.


Itulah sekelumit opini tentang menulis bagi saya. Semoga bisa diambil manfaatnya. 

Buat saya, menulis itu…

Mengikat ilmu. Ya, dengan menulis saya mencoba mengikat ilmu. Ada hikmah, pengetahuan, pengalaman, perasaan dan segala macamnya yang saya ikat dengan menulis. Ingatan saya sangat terbatas. Maka saya mencoba untuk mengikat atau endokumentasikannya dengan menulis. Dengan menulis, saya lebih mudah mengingat, tentu saja apa-apa yang saya tulis. Dan jika pun saya suatu saat lupa, saya akan kembali membaca tulisan itu untuk mengingatnya.

Berbagi. Dengan menulis, saya mencoba berbagi apa yang saya miliki. Hikmah, pengetahuan, pengalaman, perasaan dan apa saja mencoba saya bagi dengan yang mau membaca tulisan saya. Harapannya apa yang saya tulis mampu memberikan manfaat. Dan jikapun itu sesuatu yang kurang baik, misal pengalaman yang kurang menyenangkan, maka sebisa mungkin itu tak perlu terjadi pada pembaca. Atau jika pun pengalaman saya sama dengan pembaca, maka disana pembaca akan merasa lebih tenang, karena ternyata ada orang yang senasib dengan dirinya. 

Menghibur. Menulis tentu saja sangat menghibur. Ada tumpahan perasaan yang hendak meluap atau bahkan meledak jika saya hanya saya pendam sendiri. Maka aku pun memilih menulis untuk mengalihkan emosi saya, meskipun apa yang saya tulis kadang bukan apa yang sedang membuat saya galau dan sedih. Melarutkan diri dalam menulis mampu membuat saya melupakan kegalauan dan menetralkan emosi negatif saya hingga akhirya saya memilih untuk berpikir positif. Bahkan ada kalanya saya menulis sambil senyum-senyum sendiri karena mengingat kejadian-kejadian yang lucu.

Menyelam. Saya sih belum pernah menyelam ke dasar lautan. Tapi dengan dengan menulis saya mencoba untuk menyelami diri saya sendiri. Saya menyelam, jauh ke dasar hati, mencari mutiara hikmah yang ada di dalamnya. Saya menyelam jauh ke alam pikir saya, mengais ingatan dan kenangan akan apa yang telah saya jalani dan alami selama ini dan juga menyelami keinginan di masa depan. Menulis itu menyelam dan menenggelamkan tapi bersifat sangat positif buat saya. Karena saat berpikir tangan pun bekerja untuk merangkai huruf dan kata, menuntut koordinasi antara otak, hati, indra penglihatan, dan jari-jemari.

Mencerahkan. Mendung yang menyelimuti hati lambat laun berubah menjadi cerah, sesaat setelah menulis. Selain itu, meski saya bukan seorang pakar, saya berharap apa yang saya tulis juga bisa menjadi sarana pencerahan. Bukan tak mungkin ada yang sedang kalut, galau, atau mengalami masalah, lalu sengaja atau tidak, membaca tulisan saya, atau siapapun, dan tetiba mendapatkan pencerahan dan solusi sehingga kegalauannya pun berangsur-angsur berkurang. 

Terapi. Bagi saya menulis adalah salah satu pengobatan. Penyakit yang menyerang manusia, menurut yang saya tahu sejatinya tidak berdiri sendiri dan datang dengan tiba-tiba. Ia datang dalam beberapa dimensi manusia, karena sejatinya manusia adalah makhluk multidimensi. Seperti penyakit yang tak melulu disebabkan oleh virus, bakteri atau makhluk lainnya yang tak kasat mata, pengobatannya pun tak hanya melulu dengan obat kimia. Menulis bagi saya adalah salah satu bentuk terapi untuk mengobati penyakit. Kok bisa? Lha iya, karena menulis itu mengungkapkan rasa, membuka sumbatan emoai jiqa, sehingga jiwa pun terasa bebas, dan sehat. Jika jiwa sehat, badan pun sehat juga kan? Bi idznillah tentunya.. Meski ini tak berarti segala penyakit bisa sembuh dengan menulis, karena tak satu pun nash menyebutnya. Tetap harus ada upaya lain yang harus kita mamsimalkan tentunya untuk mendapat kesembuhan seperti sedia kala. 

Itulah sekelumit opini tentang menulis bagi saya. Mungkin sama mungkin tidak bagi yang lainnya. 

Semoga bisa diambil manfaatnya, dan.. 

Mari Menulis... 

Senin, 01 Juli 2013

I Hate Monday Syndrome

Jika Anda adalah seorang commuter yang tinggal si sekitar Ibu Kota, tentu tak asing lagi ya dengan istilah itu. Hiruk pikuk suasana Ibu Kota, terutama di hari-hari kerja memang menyisakan kepenatan tersendiri. Grubag-grubug di pagi hari menyiapkan keperluan diri, suami, atau pun seisi rumah. Lalu dilanjutkan dengan mengejar mode transportasi seperti dengan segala keunikannya, seperti kereta nan cepat namun begitu sesak berdesakan, bis yang lumayan lega namun harus berangkat pagi buta, atau bis nan sarat penumpang dengan macetnya jalanan yang bukan kepalang. Tiba di kantor, bertemu dengan meja yang dipenuhi pekerjaan-pekerjaan dengan deadline yang mengejar. Belum lagi konlik dengan teman ataupun atasan. Pulangnya kembali berkompetisi mendapatkan secuil ruang di gerbong-gerbong kereta, bis kota, jemputan dan yang lainnya. Sampai dirumah tinggallah penat yang tersisa. Begitu terus setiap hari kerja. Senin. Selasa. Rabu. Kamis. Jumat. Oh, penatnya.

Sabtu, Minggu. Akhir pekan pun datang. Yiha…ini waktu paling ditunggu. Ini waktunya bangun siang, mandi siang (ga mandi bila perlu), berlehahalah pokoknya. Dilanjutkan dengan acara keluarga baik di dalam maupun di luar rumah. Ya nyuci, ya beres-rumah, ya ngurus anak, istri atau suami, tak ketinggalan “ngemall” lah, jalan-jalan, makan-makan, kondangan, dan sederet agenda lainnya. Hingga tak terasa, weekend pun begitu cepat berlalu. Dua hari terasa secepat kilat. Bahkan terkadang terasa2x24 jam di hari Sabtu-Minggu itu masih kurang, karena begitu banyak hal yang ingin kita lakukan. Tak jarang aktivitas kita di akhir pekan justru berlangsung hingga larut malam, atau bahkan dini hari. Alih-alih mau “nyantai” malah kecapean. Dan ketika senin datang menjelang tibalah si I hate Monday syndrome itu dengan segudang alasan.
“Udah hari Senin aja yak. Yach, kerja lagi deh. Sebellllll, kena macet lagi deh.”
“Hm..udah waktunya ngantor lagi. Waktu liburan telah berakhir.”
“Balik ngantor, ninggalin anak lagi dech.”
“Kenapa sih mesti hari Senin lagi? Ga suka banget apel pagi di jemur di lapangan. Kaya anak sekolah aja.”
Itu adalah beberapa keluhan yang sering terlontar dari diri kita. Betapa kita tak menyadari, ketika Senin tiba, itu artinya kita masih diberi waktu, nafas, detak jantung, dan aliran darah. Ketika Senin tiba, itu artinya kita masih diberi kesempatan untuk melihat terbitnya sang surya. Ketika Senin tiba, itu artinya kita masih bisa menatap wajah orang-orang yang kita sayangi. Ketika Senin tiba, itu artinya kita masih diberi rezeki yang harus kita cari. Ketika Senin tiba, artinya kita masih diberi usia untuk bersujud padaNya. Ketika Senin tiba, itu artinya kita masih begitu disayang olehNya.

Entah berapa jumlah orang disana setelah liburan di waktu weekend, Senin tak pernah lagi menyapanya. Bahkan Rasul pun Allah lahirkan dan wafatkan pada hari Senin. Senin, adalah hari yang mulia, hari saat malaikat berganti jadwal menjaga kita dan membawa amalan-amalan kita di dunia ke langit di atas sana. Bahkan Nabi menganjurkan kita berpuasa pada hari Senin dan Kamis agar saat amalan-amalan itu kita angkat, kita sedang dalam keadaan berpuasa, bukan dalam keadaan bermaksian padaNya. Sungguh betapa tak bersyukurnya kita jika kita membencinya. Mari perbaiki paradigma kita, dan katakanlah “I love Monday.” 

Di Atas Langit Masih Ada Langit

Menurut kalian, apa orang yang pendidikannya lebih tinggi pasti lebih
pintar dari orang yang pendidikannya lebih rendah? Belum tentu loh ya.
Itu sangat tergantung dari mana kita menilainya. Kenapa? Sebab pada
dasarnya kepintaran orang di dunia ini sudah ada spesifikasinya
masing-masing, sudah ada spesialisasinya masing-masing.

Saya hanya seorang lulusan D3, tapi belum tentu saya lebih pintar dari
orang yang sekolahnya tidak sampai perguruan tinggi, atau malah tidak
lebih pintar dari orang yang tidak sekolah sama sekali. Ndak percaya
ya? Percaya donk. Ini beneran koq. Tadi sewaktu saya dan suami pulang
dari Lapangan Banteng, ban motor kami bocor. Padahal hanya sekitar dua
kilometer lagi kami sampai di rumah. Saat itu sudah masuk waktu sholat
maghrib. Kami memutuskan untuk singgah di sebuah musholla di pinggir
jalan untuk ikut sholat maghrib berjamaah. Usai sholat, kami segera
menuju ke sebuah bengkel yang letaknya tepat di seberang musholla
tempat kami sholat. Tak lain dan tak bukan adalah untuk menambal ban
belakang motor kami.

Sampai di bengkel, seorang karyawan bengkel menyambut kami. Dengan
segera ia mengambil kunci obeng, membongkar ban belakang motor kami.
"Tadi udah tahu kempes masih dinaikin terus ya?" Tanyanya pada
suamiku. "Ɣªª, emang kenapa mas? Tanya suamiku. "Lengket."Jawabnya.
Tak berapa lama ia berhasil mencongkel ban dalam motor kami yang
ternyata "sudah sangat buruk rupa" hingga sobek lebih dari satu senti.
Entah kenapa. "Ini ban dalamnya jelek karetnya." kata si tukang tambal
itu. Tak berapa lama datanglah temannya membantu. Jika tukang tambal
ban yang pertama itu sudah cukup canggih membongkar ban dalam, namun
belum sampe lepas, maka si tukang tambal ban ini jauh lebih terampil
dan cekatan. Kulihat beberapa kali ia mengambil obeng untuk membuka
satu per satu sekrup di tengah roda. Setelah mengendorkannya, ia
segera melepas ban dalam yang sudah robek tadi, langsung dilanjutkan
memasang ban dalam yang baru. Tak sampai sepuluh menit ban dalam yang
baru terpasang sebagaimana mestinya. Tentu saja tak lupa ia memastikan
bahwa tak ada benda tajam di sekeliling sisi dalam ban luar  yang akan
membuat ban bocor lagi. Ia melakukannya sambil memutar roda. Lalu ia
kencangkan lagi sekrup-sekrup yang tadi dikendorkan. Diambilnya minyak
pelumas, untuk melumasi rantai. Lalu ia isi ban yang sudah terpasang
rapi tadi dengan angin dari radiator. Syutt..syutt..syutt..ia juga
sambil mengecek kekerasan ban agar pas. Tak sampai sepuluh menit,
selesailah semua rangkaian acara menambal ban kali ini.

Tuh kan pinter banget deh si abang tukang tambal ban ini. Rasanya kalo
saya tebak, si abang sekolahnya gak sampai ke tingkat perguruan tinggi
deh (gak tau pastinya, namanya juga nebak, kalo salah ya maap). Tapi
coba liat kepiawaiannya dalam menambal ban? Jelas lah kita-kita ini,
yang ngakunya udah pernah makan bangku kuliah, sarjana, s1 bahkan s3
pasti lah belum tentu bisa menambal ban secekatan si tukang tambal ban
tadi. Belum pernah deh saya temui orang yang ban sepeda, motor, atau
mobilnya yang bocor ditambal sendiri di lokasi kejadian:) Biar pun
sarjana, kan bukan sarjana tambal ban kan ya? Duh, untuk urusan tambal
ban aja kita tak lebih tahu dari yang sekolahnya tak setinggi kita,
apa lagi urusan yang lain. Di dunia ini kan tak ada orang yang
sempurna kepintarannya.

Dengan adanya "multiple intelegence", seseorang mungkin ahli di suatu
kepintaran, tapi kurang pada suatu kepintaran yang lain. Itu sudah
sunnatullah. Manusia adalah makhluk paling sempurna, tapi tak ada
manusia yang benar-benar sempurna. Yakinlah itu. Jangan pernah merasa
jauh lebih pintar dari yang lainnya. Biarpun diadakan kontes multi
kecerdasan tingkat dunia dan Anda adalah  seorang yang keluar sebagai
pemenangnya, yakinlah, di atas langit masih ada langit. Itu saja.

Cinta Harus Memiliki

Untuk urusan cinta antar dua insan berlainan jenis yang sudah dewasa,
aku sangat tak setuju dengan ungkapan cinta tak harus memiliki.
Bagaimanalah punya kesadaran untuk merawat dan menjaga, jika kita tak
memiliki apa yang kita cintai. Apalah hak dan kewajibannya jika kita
bukan "pemiliknya",hanya mengaku-ngaku saja. Rasa saling memiliki
adalah modal untuk saling menjaga. Dan jalan untuk menuju kesana bukan
lah dengan saling menggombal menyatakan cinta, namun dengan melakukan
perrjanjian berat pada Yang Maha Memiliki. Menikah. Sungguh cinta
teramat berat konsekuensinya di hadapanNya. Mencintai, menikah,
menghindar dari neraka, mengajak kepada surga, bukan sekedar kata
sia-sia belaka. Begitu kira-kira.

Aroma Ramadhan

Aroma Ramadhan semakin semerbak mendekat
Kurindukan hadirnya sbagai pelepas dahaga jiwa
Nan lelah mengejar dunia
Kurindukan datangnya tuk sejukkan hati nan sombong dan penuh dengki
Kurindukan ia dengan segala asa yang ada
Moga Ramadhan ini mampu kuiisi dengan hal-hal yang Kau ridhoi
Moga Ramadhan ini tak sia-sia kulalui

Ramadhanku, ramadhanmu
Mari sambut ia dengan segenap suka cita
Moga  Ø§Ù„Ù„َّÙ‡ berkenan turunkan rahmat dan ampunaNya dan bebaskan kita
dari bara api neraka
Moga kelak kita kembali pada fitrah kita dan raih kemenangan sejati
seorang hamba

Kamis, 27 Juni 2013

Beruntung

Hari ini aku sungguh beruntung. Dengan uang 4000 rupiah aku bisa
sampai di kantor. Ke stasiun naik motor diantar adek. Tak dapat
commuter line karena ketinggalan, naik ekonomi odong-odong hanya
dengan merogoh kocek 1500 rupiah. Lanjut dengan angkot 2500 rupiah.
Turun dari angkot, aku naik ojek yang ternyata bukan ojek. Sampai di
kantor, si "tukang ojek dadakan tadi" tak mau dibayar dan hanya
mengatakan, "nggak usah mba, saya ikhlas." Finally, bersalaman dengan
mesin handkey jam 07.27. What a lucky monday.

#semoga  Ø§Ù„Ù„َّÙ‡ beri balasan berlipat ganda pada bapak yang menjelma
menjadi tukang ojek gratisan untukku pagi ini.

Azzahra

Duhai Azzahra, ingin kutuliskan kisahmu untuk anak-anakku agar mereka
tahu bagaimana mulianya kedudukanmu.
Duhai Azzahra, betapa istimewanya dirimu menjadi wanita penghulu surga
, suri tauladan sepanjang masa.
Duhai Azzahra, betapa welas asihnya dirimu, kau bersihkan
kotoran-kotoran unta dari kepala Ayahandamu nan mulia, yang dilempar
oleh manusia-manusia durjana.
Duhai Azzahra, sungguh mulia gelarmu, "ummu abiaha", gadis yang
menjadi ibu bagi Ayahanda, sepeninggal At-Thohiroh, wanita agung yang
telah melahirkanmu.
Duhai Azzahra, betapa indah kisah cintamu dengan seorang pemuda yang
dibesarkan bersamamu dalam asuhan rasulullah. Betapa Ali cemburu
padamu saat kau berkata bahwa kau pernah jatuh cinta pada seorang pria
sebelum berumah tangga. Dan Ali pun tersenyum saat kau berkata
padanyalah kau jatuh cinta sebelum berkeluarga.
Duhai Azzahra, betapa mulianya dirimu, dinikahkan rasulullah pada
pemuda seorang pemuda idaman hanya dengan mahar seperangkat baju
perang.
Duhai Azzahra, betapa bersahajanya dirimu, Meski kau anak seorang
pemimpin tertinggi di dunia hidupmu sungguh sederhana. Saat kau
meminta seorang pelayan untuk meringankan kepayahan, Ayahandamu
menyanggahnya dan mengajarkan sepotong doa dan puja bagi Yang Maha
Kuasa dan kau menerima keputusannya dengan ikhlas dan gembira.
Duhai Azzahra, betapa qonaahnya jiwamu. Rumahmu sempit, dengan alas
tidur pelepah kurma nan kasar dan bantal ijuk nan keras. Namun sungguh
hatimu seluas samudera menerima ketentuanNya. Hatimu sungguh selembut
sutra dengan jiwa kedermawanan yang siap menyedekahkan apapun yang kau
miliki. Kalung, satu-satunya harta pemberian rasulullah kau berikan
pada seorang pengemis yang mengetuk pintu rumahmu. Dan dengan
skenarioNya, akhirnya kalung itu kembali ke tanganmu.
Duhai Azzahra, maafkan kami wanita masa kini yang menempuh liku
kehidupan yang lain darimu dengan keluar dari rumah-rumah kami
Duhai Azzahra, hanya sholawat dan salam yang mampu kami persembahkan bagimu

#Azzahra adalah Fathimah binti Rasulullah. Mohon koreksi jika ada yang keliru.

Angle

Wajah orang yang sama
Dilihat oleh orang yang sama
Dari dua sisi yang berbeda
Akan tampak berbeda
Angle, sebuatan dalam dunia fotografi
seperti sebuah masalah
Bisa tampak berbeda
Jika kita melihatnya dari sisi yang lain
Sudut pandang dalam bahasa sehari-hari
Pastikan selalu memandang sebuah masalah dengan cara yang positif
Berbaik sangka pada sesama, terlebih pada Sang Pencipta
Agar kita senantiasa dikaruniai kemudahan dalam menyelesaikan persoalan

Jumat, 05 April 2013

Children, please forgive me..

Sudah hampir lima tahun aku menjadi Ummi bagi anak-anakku. Harusnya aku lebih "pintar" dari waktu ke waktu sebagai seorang Ibu. Sudah banyak buku dan artikel dari berbagai sumber aku baca yang bertemakan "parenting", menjadi Ibu yang baik. Tapi rasanya itu tak cukup atau bahkan tak pernah cukup bagiku. Entah apa yang menyebabkannya. Anak-anakku bbukanlah anak yang nakal. Pun dua-duanya perempuan, cantik-cantik, manis-manis, imut-imut, dan lucu-lucu. Terkadang sedikit ulah mereka begitu memancing emosiku. Terlebih saat aku sedang kelelahan, seperti saat aku baru pylang dari kantor atau saat waktunya tidur. Suara dengan nada tinggi begitu mudah keluar dari mulut ini.Bentakan menjadi tak terhindarkan lagi. Bahkan kadang cubitan mendarat di pahanya. Kakak Afifah, anakku yang pertama lah yang telah beberapa kali mendapatkannya. Ya Allah, ibu macam apa aku ini? Aku ingin menangis saat melihat mereka tertidur pulas. Traumakan mereka dengan perlakuan kasar ibunya? Ya, aku telah melakukan kekerasan pada tubuh-tubuh kecil itu. Ampuni kami ya Allah...Bukankah dulu aku meminta padamu agar dianugerahi buah hati? Tapi setelah Kau anugerahkan mereka justru aku menyakiti mereka. I blame my self. Children, please forgive me..Ya Allah, perkenankan doaku, jadikan aku Ibu yang sabar. Mampukan kami mendidik diri kami, agar kami pun mampu mendidik anak-anak kami. Amin.

Minggu, 06 Januari 2013

Blog tak terdeteksi oleh Alexa Traffic Rank

Emang susah ya jadi blogger kalo ga dijalankan sepenuh hati. Nulis sih suka, tapi tidak rutin dengan banyak alasan, banyak kerjaan, tak bawa modem ke kantor, tak sempat dan segudang alasan lain. Tadinya saya sudah "cukup bangga" karena blog ini sudah mendapat Alexa Traffic Rank meskipun dengan angka 110ribu sekian (duh, gak banget ya). Maklum, saya cuma seorang blogger abal-abal yang nulisnya mut-mutan, kadang mut kadang enggak. Ternyata kebanggaan saya tak bertahan lama, kini, setelah sekian lama tak ngeblog, saya mendapati blog ini berstatus "No traffic rank from Alexa", hiks....
Baiklah, saya akan segera bangkit dari keterpurukan ini. Pasca membaca buku 7 Keajaiaban Rezeki karangan Ippho Santosa, saya harus berubah. Salah satunya adalah dengan kembali memposting tulisan ini, meski entah apa isinya, ngalor ngidul tak jelas juntrungannya.