Senin, 01 Juli 2013

Di Atas Langit Masih Ada Langit

Menurut kalian, apa orang yang pendidikannya lebih tinggi pasti lebih
pintar dari orang yang pendidikannya lebih rendah? Belum tentu loh ya.
Itu sangat tergantung dari mana kita menilainya. Kenapa? Sebab pada
dasarnya kepintaran orang di dunia ini sudah ada spesifikasinya
masing-masing, sudah ada spesialisasinya masing-masing.

Saya hanya seorang lulusan D3, tapi belum tentu saya lebih pintar dari
orang yang sekolahnya tidak sampai perguruan tinggi, atau malah tidak
lebih pintar dari orang yang tidak sekolah sama sekali. Ndak percaya
ya? Percaya donk. Ini beneran koq. Tadi sewaktu saya dan suami pulang
dari Lapangan Banteng, ban motor kami bocor. Padahal hanya sekitar dua
kilometer lagi kami sampai di rumah. Saat itu sudah masuk waktu sholat
maghrib. Kami memutuskan untuk singgah di sebuah musholla di pinggir
jalan untuk ikut sholat maghrib berjamaah. Usai sholat, kami segera
menuju ke sebuah bengkel yang letaknya tepat di seberang musholla
tempat kami sholat. Tak lain dan tak bukan adalah untuk menambal ban
belakang motor kami.

Sampai di bengkel, seorang karyawan bengkel menyambut kami. Dengan
segera ia mengambil kunci obeng, membongkar ban belakang motor kami.
"Tadi udah tahu kempes masih dinaikin terus ya?" Tanyanya pada
suamiku. "Ɣªª, emang kenapa mas? Tanya suamiku. "Lengket."Jawabnya.
Tak berapa lama ia berhasil mencongkel ban dalam motor kami yang
ternyata "sudah sangat buruk rupa" hingga sobek lebih dari satu senti.
Entah kenapa. "Ini ban dalamnya jelek karetnya." kata si tukang tambal
itu. Tak berapa lama datanglah temannya membantu. Jika tukang tambal
ban yang pertama itu sudah cukup canggih membongkar ban dalam, namun
belum sampe lepas, maka si tukang tambal ban ini jauh lebih terampil
dan cekatan. Kulihat beberapa kali ia mengambil obeng untuk membuka
satu per satu sekrup di tengah roda. Setelah mengendorkannya, ia
segera melepas ban dalam yang sudah robek tadi, langsung dilanjutkan
memasang ban dalam yang baru. Tak sampai sepuluh menit ban dalam yang
baru terpasang sebagaimana mestinya. Tentu saja tak lupa ia memastikan
bahwa tak ada benda tajam di sekeliling sisi dalam ban luar  yang akan
membuat ban bocor lagi. Ia melakukannya sambil memutar roda. Lalu ia
kencangkan lagi sekrup-sekrup yang tadi dikendorkan. Diambilnya minyak
pelumas, untuk melumasi rantai. Lalu ia isi ban yang sudah terpasang
rapi tadi dengan angin dari radiator. Syutt..syutt..syutt..ia juga
sambil mengecek kekerasan ban agar pas. Tak sampai sepuluh menit,
selesailah semua rangkaian acara menambal ban kali ini.

Tuh kan pinter banget deh si abang tukang tambal ban ini. Rasanya kalo
saya tebak, si abang sekolahnya gak sampai ke tingkat perguruan tinggi
deh (gak tau pastinya, namanya juga nebak, kalo salah ya maap). Tapi
coba liat kepiawaiannya dalam menambal ban? Jelas lah kita-kita ini,
yang ngakunya udah pernah makan bangku kuliah, sarjana, s1 bahkan s3
pasti lah belum tentu bisa menambal ban secekatan si tukang tambal ban
tadi. Belum pernah deh saya temui orang yang ban sepeda, motor, atau
mobilnya yang bocor ditambal sendiri di lokasi kejadian:) Biar pun
sarjana, kan bukan sarjana tambal ban kan ya? Duh, untuk urusan tambal
ban aja kita tak lebih tahu dari yang sekolahnya tak setinggi kita,
apa lagi urusan yang lain. Di dunia ini kan tak ada orang yang
sempurna kepintarannya.

Dengan adanya "multiple intelegence", seseorang mungkin ahli di suatu
kepintaran, tapi kurang pada suatu kepintaran yang lain. Itu sudah
sunnatullah. Manusia adalah makhluk paling sempurna, tapi tak ada
manusia yang benar-benar sempurna. Yakinlah itu. Jangan pernah merasa
jauh lebih pintar dari yang lainnya. Biarpun diadakan kontes multi
kecerdasan tingkat dunia dan Anda adalah  seorang yang keluar sebagai
pemenangnya, yakinlah, di atas langit masih ada langit. Itu saja.