Senin, 01 Juli 2013

I Hate Monday Syndrome

Jika Anda adalah seorang commuter yang tinggal si sekitar Ibu Kota, tentu tak asing lagi ya dengan istilah itu. Hiruk pikuk suasana Ibu Kota, terutama di hari-hari kerja memang menyisakan kepenatan tersendiri. Grubag-grubug di pagi hari menyiapkan keperluan diri, suami, atau pun seisi rumah. Lalu dilanjutkan dengan mengejar mode transportasi seperti dengan segala keunikannya, seperti kereta nan cepat namun begitu sesak berdesakan, bis yang lumayan lega namun harus berangkat pagi buta, atau bis nan sarat penumpang dengan macetnya jalanan yang bukan kepalang. Tiba di kantor, bertemu dengan meja yang dipenuhi pekerjaan-pekerjaan dengan deadline yang mengejar. Belum lagi konlik dengan teman ataupun atasan. Pulangnya kembali berkompetisi mendapatkan secuil ruang di gerbong-gerbong kereta, bis kota, jemputan dan yang lainnya. Sampai dirumah tinggallah penat yang tersisa. Begitu terus setiap hari kerja. Senin. Selasa. Rabu. Kamis. Jumat. Oh, penatnya.

Sabtu, Minggu. Akhir pekan pun datang. Yiha…ini waktu paling ditunggu. Ini waktunya bangun siang, mandi siang (ga mandi bila perlu), berlehahalah pokoknya. Dilanjutkan dengan acara keluarga baik di dalam maupun di luar rumah. Ya nyuci, ya beres-rumah, ya ngurus anak, istri atau suami, tak ketinggalan “ngemall” lah, jalan-jalan, makan-makan, kondangan, dan sederet agenda lainnya. Hingga tak terasa, weekend pun begitu cepat berlalu. Dua hari terasa secepat kilat. Bahkan terkadang terasa2x24 jam di hari Sabtu-Minggu itu masih kurang, karena begitu banyak hal yang ingin kita lakukan. Tak jarang aktivitas kita di akhir pekan justru berlangsung hingga larut malam, atau bahkan dini hari. Alih-alih mau “nyantai” malah kecapean. Dan ketika senin datang menjelang tibalah si I hate Monday syndrome itu dengan segudang alasan.
“Udah hari Senin aja yak. Yach, kerja lagi deh. Sebellllll, kena macet lagi deh.”
“Hm..udah waktunya ngantor lagi. Waktu liburan telah berakhir.”
“Balik ngantor, ninggalin anak lagi dech.”
“Kenapa sih mesti hari Senin lagi? Ga suka banget apel pagi di jemur di lapangan. Kaya anak sekolah aja.”
Itu adalah beberapa keluhan yang sering terlontar dari diri kita. Betapa kita tak menyadari, ketika Senin tiba, itu artinya kita masih diberi waktu, nafas, detak jantung, dan aliran darah. Ketika Senin tiba, itu artinya kita masih diberi kesempatan untuk melihat terbitnya sang surya. Ketika Senin tiba, itu artinya kita masih bisa menatap wajah orang-orang yang kita sayangi. Ketika Senin tiba, itu artinya kita masih diberi rezeki yang harus kita cari. Ketika Senin tiba, artinya kita masih diberi usia untuk bersujud padaNya. Ketika Senin tiba, itu artinya kita masih begitu disayang olehNya.

Entah berapa jumlah orang disana setelah liburan di waktu weekend, Senin tak pernah lagi menyapanya. Bahkan Rasul pun Allah lahirkan dan wafatkan pada hari Senin. Senin, adalah hari yang mulia, hari saat malaikat berganti jadwal menjaga kita dan membawa amalan-amalan kita di dunia ke langit di atas sana. Bahkan Nabi menganjurkan kita berpuasa pada hari Senin dan Kamis agar saat amalan-amalan itu kita angkat, kita sedang dalam keadaan berpuasa, bukan dalam keadaan bermaksian padaNya. Sungguh betapa tak bersyukurnya kita jika kita membencinya. Mari perbaiki paradigma kita, dan katakanlah “I love Monday.”