Jika Anda adalah
seorang commuter yang tinggal si sekitar Ibu Kota, tentu tak asing lagi ya
dengan istilah itu. Hiruk pikuk suasana Ibu Kota, terutama di hari-hari kerja
memang menyisakan kepenatan tersendiri. Grubag-grubug di pagi hari menyiapkan
keperluan diri, suami, atau pun seisi rumah. Lalu dilanjutkan dengan mengejar
mode transportasi seperti dengan segala keunikannya, seperti kereta nan cepat
namun begitu sesak berdesakan, bis yang lumayan lega namun harus berangkat pagi
buta, atau bis nan sarat penumpang dengan macetnya jalanan yang bukan kepalang.
Tiba di kantor, bertemu dengan meja yang
dipenuhi pekerjaan-pekerjaan dengan deadline yang mengejar. Belum lagi konlik
dengan teman ataupun atasan. Pulangnya kembali berkompetisi mendapatkan secuil
ruang di gerbong-gerbong kereta, bis kota, jemputan dan yang lainnya. Sampai dirumah
tinggallah penat yang tersisa. Begitu terus setiap hari kerja. Senin. Selasa.
Rabu. Kamis. Jumat. Oh, penatnya.
Sabtu, Minggu.
Akhir pekan pun datang. Yiha…ini waktu paling ditunggu. Ini waktunya bangun
siang, mandi siang (ga mandi bila perlu), berlehahalah pokoknya. Dilanjutkan
dengan acara keluarga baik di dalam maupun di luar rumah. Ya nyuci, ya beres-rumah,
ya ngurus anak, istri atau suami, tak ketinggalan “ngemall” lah, jalan-jalan,
makan-makan, kondangan, dan sederet agenda lainnya. Hingga tak terasa, weekend
pun begitu cepat berlalu. Dua hari terasa secepat kilat. Bahkan terkadang
terasa2x24 jam di hari Sabtu-Minggu itu masih kurang, karena begitu banyak hal
yang ingin kita lakukan. Tak jarang aktivitas kita di akhir pekan justru
berlangsung hingga larut malam, atau bahkan dini hari. Alih-alih mau “nyantai”
malah kecapean. Dan ketika senin datang menjelang tibalah si I hate Monday syndrome
itu dengan segudang alasan.
“Udah hari Senin aja yak. Yach, kerja lagi deh. Sebellllll, kena
macet lagi deh.”
“Hm..udah waktunya ngantor lagi. Waktu liburan telah
berakhir.”
“Balik ngantor, ninggalin anak lagi dech.”
“Kenapa sih mesti hari Senin lagi? Ga suka banget apel
pagi di jemur di lapangan. Kaya anak sekolah aja.”
Itu adalah beberapa keluhan yang sering terlontar dari
diri kita. Betapa kita tak menyadari, ketika Senin tiba, itu artinya kita masih
diberi waktu, nafas, detak jantung, dan aliran darah. Ketika Senin tiba, itu
artinya kita masih diberi kesempatan untuk melihat terbitnya sang surya. Ketika
Senin tiba, itu artinya kita masih bisa menatap wajah orang-orang yang kita
sayangi. Ketika Senin tiba, itu artinya kita masih diberi rezeki yang harus
kita cari. Ketika Senin tiba, artinya kita masih diberi usia untuk bersujud
padaNya. Ketika Senin tiba, itu artinya kita masih begitu disayang olehNya.
Entah berapa
jumlah orang disana setelah liburan di waktu weekend, Senin tak pernah lagi
menyapanya. Bahkan Rasul pun Allah lahirkan dan wafatkan pada hari Senin.
Senin, adalah hari yang mulia, hari saat malaikat berganti jadwal menjaga kita
dan membawa amalan-amalan kita di dunia ke langit di atas sana. Bahkan Nabi
menganjurkan kita berpuasa pada hari Senin dan Kamis agar saat amalan-amalan
itu kita angkat, kita sedang dalam keadaan berpuasa, bukan dalam keadaan
bermaksian padaNya. Sungguh betapa tak bersyukurnya kita jika kita membencinya.
Mari perbaiki paradigma kita, dan katakanlah “I love Monday.”