Rabu, 25 September 2013

Hati dan Hati

Pernahkah kamu merasa begitu sulit untuk dekat dengan seseorang? Segala usaha telah dilakukan, namun orang itu terasa begitu sulit untuk didekati, bahkan seperti menjauhi kita? Jika itu terjadi, kamu tak perlu memaksakan diri untuk mendekat-dekat pada orang yang menjauh darimu. Sesungguhnya hati dan hati itu ada chemistrynya. Tak akan berekasi sesuai keinginan jika tak pas komposisi senyawa-senyawanya. Hati dan hati  juga seperti puzzle, , dan hanya kepingan-kepingan yang berpasangan lah yang bisa membuat puzzle itu menjadi utuh. Cukup lah berbaik sangka pada Allah dan pada sesamanya. Insya Allah akan ada waktunya untuk bertemu dengan hati-hati yang terikat cinta. 

Duhai Dzat yang Maha membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati ini di atas agamaMu...

Mira Julia (Lala) dan Sumardiono (Aar) Ternyata Tak Beragama

Sebetulnya mengagetkan sekali bagi saya mengetahui fakta ini. Setahu saya, mereka sudah seperti seorang pahlawan dan guru dalam dunia homeschooling. Saya kira selama ini mereka adalah seorang muslim atau seorang kristiani. Tapi, sudahlah. Lakum dinukum waliyadiin..(Bagimu agamamu, bagiku agamaku).
berikut adalah salah satu sumbernya :
http://indonesia.faithfreedom.org/forum/kontroversi-aku-yang-tidak-beragama-komunitas-lia-eden-t5138/


Selasa, 24 September 2013

A Little Bit About Democracy -my opinion-

Membaca buku-buku kuliah Universitas Terbuka yang berjudul Perbandingan Sistem Komunikasi dan Pengantar Ilmu Politik , ada sedikit catatan yang bisa saya simpulkan. Demokrasi semakin hari semakin kabur definisinya hari ini, di negeri ini. Paling tidak, ada tiga wajah demokrasi yag bisa saya indera.

Pertama
Demokrasi itu kebebasan menyuarakan pendapat bagi setiap individu dalam menentukan nasib bersama. Dan jika setiap individu yang ada memilki pendapat yang berbeda maka ini akan sangat menyulitkan untuk mengambil keputusan. Demokrasi dalam wajah ini tak mampu memberikan solusi.

Kedua
Demokrasi itu kebebasan menyaurakan pendapat bagi golongan mayoritas. Golongan minoritas tak dihargai haknya dalam mengemukakan pendapat. Yang ada hanyalah pemaksan kehendak dari golongan mayoritas kepada golongan minoritas agargolongan minoritas ini mengikuti golongan mayoritas. Suara terbanyak adalah pemenang dalam sebuah pengambilan keputusan. Dan ini adalah tentu saja merupakan sebuah pelanggaran atas demokrasi yang mengutamakan mudyawarah untuk mufakat.

Ketiga
Demokrasi itu kebebasan menyuarakan pendapat bagi golongan minoritas. Meski jumlah mereka minor (sedikit), kalau mereka punya banyak 'duit' maka mereka akan bebas berkoar-koar menyatakan pendapat mereka, bahkan menekan golongan mayoritas.

Itu yang dari buku. Berikutnya tambahan dari saya.

Keempat
Demokrasi tidak datang dari ajaran Islam. Maka Demokrasi juga bukan untuk kejayaan Islam, juga bukan untuk kemaslahatan Ummat, khususnya kaum muslimin. Demokrasi benar-benar tidak diperuntukkan bagi muslim. Ga percaya? Tengok lah Afganistan, Iraq, Lebanon, Libya, Mesir, Syria, dan terakhir Turki. Meski yang saya sebut terakhir gagal di kudeta. Cobalah cari taju apa yang sebenarnya terjadi dengan negara-negara tersebut. Dengan dalih demokrasi mereka mengobok-obok negera dengan pemerintah yang telah settle. Mereka menggulingkan pemerintah yang saha dengan alasan pemerintah yang berkuasa otoriter. Lalu mereka ajukan calon-calon  boneka mereka, direkayasa sedemikian rupa hingga akhirnya rakyat memilih pemimpin boneka tersebut dan menjadi pemenang dalam pemilihan umum. Dan jika yang menjadi pemenang adalah dari pihak muslim, maka mereka akan melakukan makar yang negitu licik, kotor, dan kejam untuk menggulingkan pemerintah yang sah yang menjadi pemenang dalam pemilihan umum tersebut.

Well, ga usahlah ya mengagung-agungkan demokrasi. Yakinlah, bahwa yang terbanyak belum tentu benar. Jangan lah menjadi pembela bagi yang bayar. Karena kelak, setiap kita akan dimintai pertanggungjawaban.

Eits, tunggu dulu. Ini bukan berarti saya anti pemilihan umum di negara kita ya. Kalau di negara kita ada pemilihan umum, manfaatkan suaramu. Pilih pemimpin yang Muslim dan sholeh. InsyaAllah dia akan menjadi pemimpin yang amanah. Bayangin, sama Tuhan yang tak terlihat saja Dia takut, insyaallah dia akan sayang sama rakyatnya. Jangan pilih yang bukan muslim ya, ini serius. Bagi kita yang muslim, haram hukumnya memilih yang non muslim untuk dijadikan pemimpin. Sila cari informasinya sendiri. Ini bukan soal ga toleran, tapi inj soal yang sangat prinsip. Aqidah. Tauhid. Jangan kau gadaikan agamamu dalam hal ini. Saya percaya, selama masih ada yang muslim, dia jauh lebih baik daripada yang non muslim.

Tadi bilang demokrasi bukan dari Islam, tapi kok nyuruh milih? Maksudnya apa? Lha iya, lha wong cuman itu toh yang bari bisa kita lakukan. Mana bisa kita ujug2 membentuk khilafah, kalau keadaan kaum muslimin aja masih seperti ini. Paling tidak, lakukan apa yang bisa kita lakukan. Ambillah partisipasi dalam rangka mengembalikan kejayaan Islam, dengan apa yang bisa kita lakukan. Memilih atau tidak, kita tetap dimintai pertanggungjawaban di hadapanNya kelak.

Itu saja ya.

Senin, 23 September 2013

Informasi Sampah dan Jurnalisme Nurani

Kita di era digital saat ini didera begitu banyak informasi. Hanya saja, tak semua informasi itu baik dan kita butuhkan. Betapa banyak "informasi sampah" yang kita terima setipa harinya. Gosip-gosip murahan, dusta, kegilaan, saling mencemooh dan mengumbar aib, kriminal, hingga kebiadaban memenuhi lembar-demi lembar media cetak, layar-layar kaca, dan gadget kita. Sebagiannya adalah fitnah yang hanya berdasar dugaan-dugaan dan rekayasa semata. Pun jika bukan fitnah, maka itu adalah ghibah yang bahayanya lebih besar dari pada memakan bangkai saudara. Spam-spam itu terus menerus disiarkan, secara berulang-ulang dan detil, step by step seperti sebuah rekonstruksi. Bagaimana proses seseorang mencampur bahan-bahan berbahaya dalam membuat sebuah produk kosmetik palsu diperlihatkan dengan jelasnya dari awal hingga akhir. Bagaimana seorang anak laki-laki berbuat asusila dengan ibu kandungnya sendiri pun divisualisasikan dengan gamblangnya dslam sebuah tayangan ilustrasi. Alih-alih mencegah, yang ada malah justru memberi contoh. Saya menyebutnya "kejahatan  dunia pers". Ada "agenda setting" disana untuk merusak generasi . Bagaimana tidak, tak selayaknya semua informasi disuguhkan kepada khalayak. Transparansi memang perlu, tapi etika dan moral harus dikedepankan. Bukankah anak-anak kita lebih membutuhkan keteladanan dibandingkan "keedanan"?. Sudah saatnya kita memulai "jurnalisme nurani", jurnalisme yang mengembalikan hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan yang berbudi, bukan hanya binatang yang pandai menuruti naluri atau setan yang merugi. Mari kita dukung "jurnalisme nurani"

Sampai Jumpa Balitaku

Balitaku, maafkan Ummi. Bukan atas apa-apa, tapi atas pilihan yang Ummi jalani. Dulu, sewaktu masih sendiri, kakek dan nenek kalian menginginkan Ummi menjadi pegawai negeri. Sebagai anak yang berbakti, selayaknya Ummi patuh pada perintah mereka, karena Umi yakin, pilihan terbaik bagi seorang anak adalah pilihan yang diiringi restu dan doa orang tua-meski Ummi tak pernah menginginkannya. Ummi tak pernah tahu, setelah satu per satu dari kalian hadir dalam hidup Ummi, pilihan sebagai ibu bekerja akan menjadi sebuah dilema.
Balitaku, maafkan Ummi, jika mulai jam enam pagi Ummi sudah harus rapi, meninggalkan kalian hingga malam datang. Sungguh, bukan hal mudah bagi Ummi menjalani hal ini. Memang belum terlambat bagi Ummi untuk mengambil pilihan yang lain agar bisa menemani kalian sepanajang hari. Tapi, akan berat bagi Abi bekerja seorang diri karena biaya hidup yang semakin meninggi.
Balitaku, maafkan Ummijika Ummi terpaksa harus menggaji orang untuk merawat, menjaga, dan melayanimuselama Ummi bekerja. Dia jelas bukan orang yang kalian inginkan, tapi kehadiranya akan bermanfaat bagi kalian selama Ummi tak berada di samping kalian.
Balitaku, pada Allah kutitipkan kalian, semoga Dia selalu menjaga kelaian dalam setiap keadaan. Ummi yakin, Dia lah yang paling baik dalam menjaga titipan.
Balitaku, Ummi berjanji, sepulang Ummi bekerja nanti, akan Ummi bawakan oleh-oleh yang kalian senangi. Permen, coklat, wafer, mainan, atau apa sajayang akan menghadirkan senyum di bibir mungil kalian, meski itu sangat tak cukup untuk menebusrasa bersalah Ummi yang terlalu lama meninggalkan kalian. Nnati malam, akan kuajarkan kalian membaca, mengaji, juga menulis, mewarnai, menyanyi, memasang puzzlw, saling menggelitiki dan juga permainan lain yang akan membuat kita bergembira bersama
Balitaku, sekarang saatnya Ummi bekerja dulu, membentu Abi juga berbakti pada negeri, semampu Ummi.
Sampai jumpa balitaku...

Dialog Syahnaz dan Abi

Syahnaz sedang kurang enak badan. Tapi Syahnaz tetap aktif bermasin dan tak mau mengakui keadaannya yang sedang sakit.
Abi : "Syahnaz demam?"
Syahnaz : " Enggak."
Abi : "Syahnaz pilek?"
Syahnaz :" Enggak."
Abi : " Syahnaz pusing?"
Syahnaz : "Enggak."
Abi : "Syahnaz mau es krim?"
Syahnaz : "Eng...iya."
Abi : "xixixixixixixi" (ketawa.com)

Wanita dan gelombang

Teruntuk suamiku yang sering kubingungkan menghadapiku...
Ketahuilah sayang, aku adalah wanita,
dan wanita itu seperti gelombang.
Kadang pasang kadang surut
Kadang naik kadang turun
Kadang panas kadang dingin
Kadang ganas kadang jinak
Kadang menenggelamkan kadang mendamparkan
Kadang kuat kadang lemah
Kadang menyenangkan kadang menyusahkan
Kadang menangis kadang tertawa
Kadang berisik kadang diam
Kadang mandiri kadang manja
Kadang senyum kadang bermuram durja
Kadang begini kadang begitu
Tak selalu begini dan tak selalu begitu
Aku pun kadang mengerti kadang tidak tentang diriku
Itulah aku, wanita, makhluk berlekuk, bergelombang
Inginku kau selalu mengertiku dengan segala perubahanku
Mauku kau selalu disiku temani setiap waktuku
Disini, selamanya, bersama mengarungi riak-riak samudera kehidupan
Menaklukkan setiap hempasan gelombang
Agar kapal kita tak karam
Dan selamat hingga berlabuh abadi di seberang

Syahnaz dan Mbak

Hm...jujur saya sangat cemburu dengan kedekatan anak kedua saya, Syahnaz yang baru berusia dua tahun dengan sang pengasuh yang biasa dipanggil Mbak Iin. Bberapa hari ini, saat IIn bertanya, Dede anak siapa? Syhanaz akan menjawab anak Mbak. Dan beberapa kali pula saya mendengar Syahnaz memanggil Mbak IIn dengan panggilan "Mbak Mama". Owh tidakkk. Anak saya yang pertama yang telah berusia hampir lima tahun sampai sering protes ke Mbak Iin agar tidak "mengatakan sayang" kepada adiknya, karena bagi Afifah yang harus sayang sama anak adalah orang tuanya saja. Afifah juga beberapa kali berkata pada adiknya, panggilnya Mbak IIn saja dek, jangan Mbak Mama. Kalau sudah begini, pasti deh syndrome pingin keluar kerja dan jadi full time mother kembali menyerang saya.


Tertarik pada Homeschooling

Semakin banyak aku membaca artikel dan buku tentang homeschooling (HS) maka aku semakin tertarik padanya. Rasa-rasanya HS adalah yang terbaik bagi anak-anakku (dengan banyak syarat tentunya).  Beberapa alasan mengapa aku tertarik pada HS adalah sbb :

1. Keterkaitan orang tua secara aktif dalam pendidikan anak

Sebuah hadits Rasulullah yang sangat terkenal, yang menyebutkan bahwa seorang ibu adalah madrasah bagi anak-anaknya selalu terngiang-ngiang di benakku sejak aku mulai mengenal homeschool. Betapa sekolah pertama dan utama bagi anak-anak adalah keluarganya, orang tuanya, dan terutama sekali adalah ibunya. Bagaimana tidak, sang ibu telah mengandung selama sembilan bulan dan menyusui selama dua tahun. Ibu adalah lingkungan pertama bagi anak dalam mengenal dunia. Dia awal-awal kehidupan sang anak, Ibu selalu berpartisipasi secara aktif dalam pengasuhan, perawatan dan pendidikannya. Apa yang dirasakan oleh seorang Ibu akan juga dirasakan oleh sang nak, dan sebaliknya. Maka sudah selayaknya seorang ibu pasti menginginkan yang terbaik bagi anaknya. Dan hanya HS lah yang memungkinkan orangtua untuk selalu terlibat aktif dalam pendidikan anak. Dalam HS orang tua tidak hanya mendapatkan laporan dari guru memalui buku penghubung tentang perkembangan dan tingkah laku anaknya di sekolah. Dalam HS, orang tua tahu secara "langsung" setiap harinya seperti apa perkembangan anak-anaknya. dan tentunya, ia akan melakukan langkah terapi terbaik bagi permasalahan yang dihadapi anak-anaknya. 

2. HS meningkatkan bonding antara orang tua dan anak

Dalam HS, anak dan orang tua bertemu dalam waktu yang cukup lama setiap harinya. Frekuensi yang sangat sering ini tentu saja akan sangat berguna bagi peningkatan bonding antara orang tua dengan anak. Jika dalam seklah biasa seperti ada jarak antara orang tua dan anak. Beberapa anak malah  yang enggan menceritakan permasalahanya pada orang tua dan lebih memilih teman atau gurunya sebagai teman curhat. Tidak demikian dalam HS. Waktu yang intensif memungkinkan anak dan orang tua untuk salaing belajar memamhami dan menjadi teman yang baik.

3. HS sangat ekonomis

Negara kita memang aneh. Konon pemerintah telah menyediakan anggaran dua puluh persen di bidang pendidikan. Namun besarnya persentase anggaran ini tidak berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pendidikan. sekoalh negeri memang tak memungut lagi SPP tiap bulan, namun semakin banyak orang tua yang sangat khawatir untuk menyekolahkan anaknya di sekolah negeri. Sekolah swasta menjamur dengan biaya yang tidak murah. Dari tahun ke tahun, orang tua terpaksa merogoh sakunya semakin dalam untuk membiayai pendidikan anak-anaknya karena tak ingin anaknya bersekolah di tempat yang salah. Tak pernah ada pembatasan dari pemerintah pada sekolah-sekolah swasta. Sekolahpun semakin tak segan mengenakan biaya tinggi, demi mengejar kualiatas katanya. Hal ini tentu saja tak akan terjadi dalam HS, karena orang tua tak perlu membayar uang pangkal, uang gedung, uang pendaftaran, uang bulanan, uang antar jemput, catering dan lain-lain. Orang tua HS hanya perlu melakukan pengeluaran seperlunya seperti membeli buku, membayar biaya langganan internet, biaya ujian kesetaraan.

3. HS membuat anak lebih berani

Kita yang pernah duduk di bangku sekolah tentu pernah atau bahan sering merasakan malu saat akan bertanya atau menjawab pertanyaan dari guru. Terlebih jika kemudian kita mendapatkan "sorak sorai" dari teman sekelas, maka makin merah padamlah wajah kita. Al hasil, kita menjadi malu dan tak bebas berekspresi di kelas. Tidak demikian dengan anak HS. Dia bisa menginterupsi gurunya kapan saja dia ingin bertanya atau mengungkapkan pendapat. Anak HS diajarkan bagaimana mereka berani dalam mengungkapkan pemikirannya tanpa takut disoraki karena salah. Guru HS tentu akan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak-anaknya.

4. HS membuat anak dan orang tua lebih kreatif

Sekolah biasa telah memilki sylabus yang tetap dan cenderung itu-itu saja sehingga membatasi kreatifitas anak. Sedangkan dalam HS, orang tua dan anak dipacu untuk terus berkreasi menunjukkan daya ciptanya tanpa ada pembatasan yang mematikan daya kreatifitas anak. Orang tua dan anak bisa mencari sumber kreatifitas dari mana saja untuk diterapkan di sekolah HS.

Saya yakin, masih banyak keunggulan HS dibanding sekolah biasa, hanya saja, sejauh ini saya barulah seorang "pengamat luar" yang belum menjalaninya. Saya harap, suatu hari saya bisa menerapkannya pada anak-anak saya. Just wait n see.