Senin, 23 September 2013

Informasi Sampah dan Jurnalisme Nurani

Kita di era digital saat ini didera begitu banyak informasi. Hanya saja, tak semua informasi itu baik dan kita butuhkan. Betapa banyak "informasi sampah" yang kita terima setipa harinya. Gosip-gosip murahan, dusta, kegilaan, saling mencemooh dan mengumbar aib, kriminal, hingga kebiadaban memenuhi lembar-demi lembar media cetak, layar-layar kaca, dan gadget kita. Sebagiannya adalah fitnah yang hanya berdasar dugaan-dugaan dan rekayasa semata. Pun jika bukan fitnah, maka itu adalah ghibah yang bahayanya lebih besar dari pada memakan bangkai saudara. Spam-spam itu terus menerus disiarkan, secara berulang-ulang dan detil, step by step seperti sebuah rekonstruksi. Bagaimana proses seseorang mencampur bahan-bahan berbahaya dalam membuat sebuah produk kosmetik palsu diperlihatkan dengan jelasnya dari awal hingga akhir. Bagaimana seorang anak laki-laki berbuat asusila dengan ibu kandungnya sendiri pun divisualisasikan dengan gamblangnya dslam sebuah tayangan ilustrasi. Alih-alih mencegah, yang ada malah justru memberi contoh. Saya menyebutnya "kejahatan  dunia pers". Ada "agenda setting" disana untuk merusak generasi . Bagaimana tidak, tak selayaknya semua informasi disuguhkan kepada khalayak. Transparansi memang perlu, tapi etika dan moral harus dikedepankan. Bukankah anak-anak kita lebih membutuhkan keteladanan dibandingkan "keedanan"?. Sudah saatnya kita memulai "jurnalisme nurani", jurnalisme yang mengembalikan hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan yang berbudi, bukan hanya binatang yang pandai menuruti naluri atau setan yang merugi. Mari kita dukung "jurnalisme nurani"