Kamis, 07 Juni 2012

Review Buku Negeri 5 Menara

Identitas Buku
Judul Buku : Negeri 5 Menara (Trilogi pertama Negeri 5 Menara)
Penulis : A. Fuadi
Dimensi :13.5 X 20 cm, Soft Cover
Jumlah halaman : 432 halaman
Buku ini mengisahkan perjalanan seorang anak lulusan Madrasah Tsanawiyah dari Maninjau bernama Alif Fikri. Sang Ibu menginginkan agar ia mendalami ilmu agama dan menjadi pemimpin agama seperti Buya Hamka. Sedangkan sebenarnya ia ingin sekali melanjutkan sekolahnya di SMA di Bukit Tinggi. Karena rasa sayangnya pada orang tua dan dan sepucuk surat dari Pak Eteknya di Mesir membuatnya memilih Pondok Madani sebagai tempat menuntut ilmu-awalnya dengan berat hati. Di Pondok Madani ia bertemu dengan hala-hal baru yang bermanfaat bagi kehidupannya kelak. Shohibul Menara, demikian gelar yang diberikan bagi alif fikri dan keempat temannya di PM yaitu Raja, Baso, Atang, Dulmajid. Dibawah menara masjid mereka menceritakan mimpi-mimpi besar mereka. Petuah Kiai Rais dan juga para Ustadz, kedisiplinan dan berbagai hal di PM benar-benar membuat Alif berubah. Lambat namun pasti Alif sangat menikmati kehidupannya di PM, meskipun batinnya terus bergejolak saat menerima surat dari Randai yang menceritakan kehidupannya di SMA Bukittinggi. Mantra Man Jadda wa Jadda dan Man Shobaro Zhafira benar-benar ampuh bagi Alif untuk mengaruhi kehidupan di masa depannya. 
Buku ini sangat menarik dibaca. Sangat kocak, namun juga sangat berisi. Tokoh-tokohnya benar-benar luar biasa, sangat mengispirasi. Ada Kiai Rais, Sang Pemimpin Pondok yang sangat patut diteladani dengan segala petuahnya yang sangat menginspuirasi dan menggugah. Ada juga Ustadz Salman yang mengajarkan ilmu ikhlas. Ada Baso yang ingin mempersembahkan hafalan Qur'an untuk kedua orangtuanya yang meninggal. Ada Mamak yang begitu disiplin mendidik anak-anaknya dengan cinta. Ada ayah yang demokratis. Ada Raja dengan Phoghrapic Memory-nya. Pokoknya Subhanallah... 
Membaca buku ini kita seperti dibawa oleh penulis pada sebuah kehidupan khas pesantren yang selama ini jarang kita ketahui. Selama ini kita, dalam hal ini saya hanya tahu pesantren dengan hal-hal yang mengungkung, kumuh, dan tidak modern. Buku ini membuat kesan saya terhadap pesantren benar-benar berubah.  Buku ini memberi contoh bagaimana seharusnya pendidikan itu dilakukan secara simultan dan sistemik oleh orang tua, guru, masyarakat dan juga pemerintah. 
Buku ini sungguh layak dibaca bagi : 
 -Para pendidik, baik Ustadz, guru maupun orang tua yang ingin mendidik anak-anaknya menjadi anak hebat  
- Anak-anak Indonesia yang ingin jadi anak-anak hebat
 -Siapa aja, baik muslim maupun non muslim.
Kepada para pembaca, saya anjurkan untuk membaca trilogi berikutnya oleh pengarang yang sama dengan judul Ranah Tiga Warna. Ga kalah seru kok. Kapan-kapan saya buat buat reviewnya juga, insya allah.