Suatu hari seseorang bertanya kabar padaku dan juga tentang
harapan-harapanku. Pertanyaan-pertanyaan itu menyadarkanku, betapa
selama ini banyak hal penting yang merupakan substansi dari hidup dan
kehidupan ini yang telah aku lupakan.
1. Apa kabar imanmu?
Apa kabar imanmu hari ini? Apakah semakin meningkat, biasa-biasa saja
atau malah justru menurun dan sedang berada di titik nadhir terendah?
Sudahkah iman menjadi kekuatan utama yang menggerakkan setiap langkah
hidup kita?
Iman adalah adalah keyakinan dalam hati yang diucapkan dengan lisan dan
dinyatakan dengan amal perbuatan. Iman tak cukup hanya disimpan dan
dikubur dalam hati. Ia harus diucapkan dan direalisasikan dalam
tindakan. Hendaknya setiap getar hati, setiap ucapan dan segala tindakan
didasari dengan iman. Iman yang membedakan kualitas makhluk di hadapan
Sang Pencipta.
Iman malaikat selalu stabil. Tak naik atau turun. Malaikat selalu setia
pada Rabb-Nya. Setiap saat mereka selalu bertasbih padanya, siang dan
malam, di setiap lapisan langit. Bagaimana tidak, malaikat adalah
makhluk yang tak dikaruniai nafsu oleh Allah SWT.
Iman para Nabi selalu naik. Ujian berat yang selalu menimpa para Nabi
justru malah menambah keimanannya pada Allah SWT. Mereka adalah manusia
dengan kepribadian luar biasa.
Bagaimana dengan iman kita? Jika digambarkan dalam bentuk grafik, iman
kita adalah grafik yang fluktuatif, ada kalanya naik, namun ada kalanya
pula turun. Iman akan meningkat seiring dengan meningkat ibadah yang
kita lakukan dan akan turun karena kemaksiatan. Begitulah iman kita.
Karena kita adalah makhluk yang dilengkapi dengan akal sekaligus nafsu.
Nafsu yang tidak dikendalikan dan disertai bujukan syaithan akan selalu
mengajak kita pada hal-hal yang menyimpang ketentuan yang digariskan
Allah. Coba saja dipikir. Ibadah apa yang paling kita senangi? Kalo kita
hanya pake nafsu, tentu tidak ada. Sholat? Buat apa? Sedekah? Itukan
hasil kerja keras saya sendiri, kenapa harus dibagi dengan orang lain?
Enak saja. Mungkin ada yang menjawab menikah itu enak. Benarkah?
Bukannya enak “jajan” di luar, tak perlu tanggung jawab. Selesai urusan.
Namun tidak demikian jika kita melihatnya dengan kacamata iman. Sholat
sudah bukan lagi rutinitas yang membosankan, malah jadi kebutuhan.
Sedekah pun menjadi sesuatu keinginan yang selalu ingin direalisasikan
setiap ada rezeki yang sampai di tangan kita. Menikah apa lagi…jika
semuanya memang sudah dipersiapkan.
2. Apa yang kamu harapkan dengan keadaan imanmu?
Dengan keadaan iman kita saat ini, apa yang kita harapkan? Masuk surga
kah? Mati khusnul khatimah kah? Terbebas dari azab? Hanya diri kita
sendiri yang paling tahu. Mari bertanya, sudah layakkah kita untuk
mendapatkan semua itu dengan keadaan iman kita sekarang? Kenapa iman
kita sekarang yang ditanyakan? Ya, karena hanya sekaranglah, hari ini
waktu yang kita punya. Hari kemarin yang sudah berlalu, sudah barang
tentu bukanlah lagi milik kita. Itu hanya masa lalu. Sedangkan hari
esok, kita tak pernah tahu, apakah kita akan mendapatinya.
Wahai Tuhan ku tak layak ke surgamu..
Namun tak pula aku sanggup ke nerakamu..
Dosa-dosaku bagaikan pepasir di pantai
Dengan RahmatMu, ampunkan daku oh Tuhanku..
Tulisan ini sebelumya dimuat di blog saya gama2.wordpress.com. Saya mendapatkan "makanan ruhani" ini dalam sebuah kajian pekanan oleh ustadz di Kota Manna dulu, tahun 2007. Duh, tapi parah banget, saya lupa nama ustadnya.Afwan ustad...
Tausiyah beliau ini cukup singkat, tapi mengena sasaran. Mengingatkan hati yang lupa dan terlena oleh dunia. Apalah dunia, jika semua akan kita tinggalkan pada akhirnya.
Terima kasih ya Allah...hari ini masih engkau izinkan aku untuk mereguk segala nikmatmu. Mata yang dengan jelas melihat, telinga yang mendengar, lidah yang mampu berkata-dan sering menyakitkan.
Semoga bermanfaat.