Kamis, 07 Juni 2012

Revie Buku Bidadari Bidadari Surga

Judul : Bidadari-bidadari Surga Pengarang : Tere-Liye Penerbit : Republika Tahun terbit : 2008 (cetakan I), 2010 (cetakan VI) Tebal buku : vi + 368 halaman Ukuran buku : 20,5 x 13,5 cm Adalah Laisa, anak sulung Mamak Lainuri sang tokoh utama. Hidupnya sarat dengan pengorbanan dan kerja keras untuk keempat adiknya : Dalimunte, Ikanuri, Wibisana dan Yasmina. Secara fisik ia memang terlihat paling berbeda dengan adik-adiknya. Semua adiknya berkulit putih dan berhidung mancung. Memang sebenarnya ia bukan siapa-siapa di keluarga itu. Ia tidak lahir dari rahim Mamak Lainuri.Ia hanyalah anak seorang pemabuk yang mengalami kecelakaan akibat ketelodoran ayahnya-suami pertama. Kasih sayang Mamak Lainuri yang menyayanginya seperti anak kandung sendiri membuatnya begitu rela mengorbankan apa saja untuk anak-anak Mamak Lainuri. Di tahun keempatnya di sekolah dasar ia bahkan rela meninnggalkan sekolahnya untuk bekerja demi adik-adiknya. Pengorbanan Laisa sungguh luar biasa tulus dan besarnya. Setiap hari ia rajin berladang menanam apa yang bisa dijadikan bahan makanan sendiri dan dijual untuk biaya adik-adiknya bersekolah. Ia sangat sedikit beristirahat. Ia tak pernah mengeluh. Di Balai Desa ia singkirkan rasa malunya agar Dalimunte diijinkan berbicara. Pernah suatu ketika ia rela "mempersembahkan dirinya" untuk penghuni Gunung Kendeng Demi menyelamatkan nyawa Ikanuri dan Wibisana. Ia juga pernah berhujan-hujanan ke kampusng atas dengan kaki yang patah dan berdarah untuk memanggil dokter bagi Yasmina yang sakit. Ia bahkan berkorban dan melakukan hal-hal besar bagi penduduk Lembah Lahambay. Dengan kerja kerasnya penduduk Lembah yang tadinya miskin kini makmur berkat perkebunan strawberry yang ia kerjakan mati-matian dari nol. Pengobanan Laisa sungguh tak sia-sia. Dalimunte kini jadi ilmuwan besar yang mendunia. Ikanuri dan Wibisana jadi teknisi otomotif yang juga melanglang buana. Yasmina jadi peliti pecinta lam yang mendapat donasi penelitian dari luar negeri. Penduduk lembah pun kini sejahtera. Laisa sungguh tulus melakukan itu semua. Meskipun banyak cibiran dan kasak-kusuk dari orang-orang di sekitarnya. Apalagi saat orang-orang seumurannya sudah mulai menikah sedangkan ia tetap sendiri. Adik-adik Laisa sungguh sangat menyayangi dan menghargai Laisa. Dengan segala cara ia mencari pasangan yang kira-kira cocok untuk Laisa. Namun berkali-kali pula cara yang mereka tempuh tak membuahkan hasil. Laki-laki yang baik hanya untuk perempuan yang baik. Mungkin inilah yang berlaku untuk Laisa. Hingga akhir hayatnya ia tak menemukan pasangan hidupnya di dunia. Mungkin tak ada laki-laki di dunia yang sepadan dengan Laisa. Laisa mungkin hanya layak untuk laki-laki yang telah Tuhan siapkan di surga. Laisa bersama bidadari-bidadari surga. Banyak sekali pelajaran yang bisa kita petik dengan membaca novel ini. Pengorbanan, keikhlasan, kasih sayang, kerja keras, disiplin telah dicontohkan oleh Mamak, Laisa dan keempat adiknya. Saya dibuat malu ketika saya merasa bangga sebagai anak pertama yang juga berjuang untuk kedua adik saya. Sungguh pengorbanan yang saya lakukan tak seberapa dibandingkan pengorbanan Kak Laisa. Bagi siapa saja yang ingin mencari inspirasi tentang makna pengorbanan sesungguhnya, bacalah novel ini. Ada banyak hikmah berharga di dalamnya. Petiklah dan renungi. Sudah sepadankah kita dengan pengorabanan Laisa? Selamat membaca.