Kamis, 26 Juli 2012

Bicara Hati

Hati-hati..
Hati-hati, apa sebenarnya makna kata ulang ini. Menyebut hati hingga dua kali. Ada apa dengan hati? Hati, seperti kata Nabi, adalah segumpal daging dalam tubuh manusia yang menentukan baik buruknya manusia. Apakah ini berlaku secara fisik ataukah non fisik? Sepertinya dua-duanya. Mari kita lihat satu per satu. Hati, jika yang dimaksud adalah hepar, maka fungsinya adalah penyaring racun. Jika hati tak berfungsi maka racun akan dengan bebas memasuki pembuluh darah dan mengikuti aliran darah ke seluruh tubuh kita. Lalu apa akibatnya? Tentu saja racun-racun itu pun ikut beredar, masuk satu-persatu organ tubuh kita. Berbahaya atau lebih parahnya mematikan. Jika yang dimaksud adalah heart atau jantung maka jantung yang tak pernah lelah memompa darah setiap saat darah dalam tubuh kita. Jika jantung kita sedikit bocor saja klepnya, fatal akibatnya. Peredaran darah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Darah kotor dan bersatu dengan darah bersih sehingga kotorlah semua. Bengkak tak terhindarkan di bagian-bagian tubuh kita yang lain seperti kaki dan wajah. Sungguh saya pernah mengenal seseorang yang begitu sabar diuji dengan jantug yang tak sempurna hingga maut mendatanginya di usia yang masih muda. Semoga Allah merahmatimu, ukhti.
Hati juga tak jarang disebut dengan perasaan. Kenapa, karena hatilah yang mampu merasakan semuanya. Perasaan susah senang, suka duka, sedih gembira, cinta benci, hatilah yang merasakan.Saya yakin malah apa yang dirasakan oleh hati jauh lebih banyak daripada apa yang bisa dirasakan oleh lidah dan kulit. Seperti lidah, hati mampu merasakan manisnya senyuman seseorang. Bahkan senyum kecut terasa oleh hati. Pahit dan getirnya kehidupan juga dirasakan oleh hati. Hati pun bisa tergores dan terluka, seperti kulit. Perih. Halus dan kasar, panas, hangat dan dingin pun tak luput dari penginderaan hati. Jadi bagaimana keadaan hati kita hari ini? Apa yang mampu terindera oleh hati kita saat ini?
Oke, sekarang kita lanjutkan ya dengan hati sebagai cermin. Hati adalah cermin, tempat pahala dan dosa berpadu. Begitu kata Bimbo. Hati itu cermin. Ia mampu menampilkan apa yang ada dihadapannya. Tapi tahulah, cermin itu kan akan memperlihatkan bayangan objek yang ada dihadapannya jika cermin itu bersih dan bening. Hati yang bening mampu menampilkan bayangan yang sempurna tanpa pernah berdusta. Jika kita memang sudah berdandan dengan rapi, maka bayangan yang terlihatpun akan rapi. Jika kita masih acak-acakan, baju kusut disana-sini, maka begitu pulalah bayangan yang nampak di cermin itu. Hati sebagai cermin pun demikian. Jika memang kita baik maka hati mengatakan kita baik. Jika kita keliru, hati yang bening pun menampilkan bayangan bahwa ada yang tak beres dengan diri kita.  Lalu hati pun berbisik agar kita segera membenahi diri. Inilah mungkin yang disebut hati kecil atau hati nurani. Hati yang tak pernah berdusta. Dan kita semua pun memilikinya. Meski beribu orang memberi fatwa bahwa kita benar namun hati gelisah dengan fatwa itu, bisa dipastikan bahwa kita telah bebuat salah. Hati itu sungguh berarti. Ialah penunjuk arah yang tak menyesatkan. Sungguh, mulialah manusia karena punya hati. Inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lain, terutama malaikat dan binatang. Wallahu a'lam bagaimana bentuk malaikat itu hanya Allah Sang Pencipta yang Maha Tahu. Yang saya tahu, malaikat selalu patuh pada perintah Allah. Ini sangat wajar karena malaikat tidak dianugerahi nafsu. Jika binatang, kita semua tentu sudah tahu bagaimana rupa dan bentuknya. Memang binatang seperti ayam, sapi dan lain lain punya hati secara fisik dan bbiologi yang fungsinya sama seperti hati manusia. Tapi hati binatang tidak berfungsi dalam hal "merasa" sebagaimana hati manusia. Seekor singa yang lapar akan dengan beringas mengejar sang rusa untuk dimangsa meskipun sang rusa terlihat takut. Tak ada rasa "tak tega" di hati singa. Yang ia tahu adalah ia lapar dan ia harus makan. Tapi kalau manusia kan lain, tidak seperti itu. Kecuali memang orang itu tak punya hati atau hatinya mati sehingga tega berbuat dzolim pada sesamanya. Naudzubillah..
Oh iya, hati itu itu ternyata bisa hidup dan mati lho. Meskipun si empunya hati masih bernafas dan bernyawa bisa saja hatinya sudah mati. Memang sih, bukan mati secara fisik tapi mati secara ruh. Hatinya mati, sudah tak dapat lagi digunakan untuk merasa ataupun membedakan mana yang baik dan mana yang buruk,mana yang salah dan mana yang benar,mana yang halal dan mana yang haram. Tadinya hanya sedikit melanggar ketentuan dengan berbagai pembenaran alasan. Berikutnya pelanggaran menjadi kebiasaan dan bahkan 'kurang nendang' jika ditinggalkan. Cobalah tengok keadaan negeri kita. Entah apa yang terjadi dengan hati-hati para pemimpin. Berlomba menampakkan keserakahan, tanpa mempedulikan hak-hak yang telah ia langgar. Sudah diamanahi kekuasaan selama lima tahun tapi masih merasa kurang. Lima tahun berikutnya pun diincar. Haus kekuasaan. Huh, entahlah. *kok jadi ngelantur gini ya, dari soal hati yang segumpal daging ke soal negara* Maksud saya gini. Saya yakin pada awalnya para pemimpin di negeri ini adalah orang-orang dengan idealisme tinggi pada masa muda mereka. Mereka mengkritik ketidakjujuran pemimpin sebelum mereka, hingga populerlah nama mereka. Namun ketika sudah masuk dalam lingkungan "lingkaran setan birokrasi" mereka pun berubah. Sedikit demi sedikit. Pelan tapi pasti. Hingga akhirnya jadilah negeri kita negeri yang super lucu. Kaya tapi miskin. Atau cobalah tengok diri kita masing-masing. Kita juga adalah pemimpin dari diri kita dan juga orang-orang yang berada dalam tanggungan kita. Mata, telinga, lidah, tangan, kaki, kemaluan, hati kitalah yang memiliki kehendaknya. Jika ada yang menganggap otak adalah sang raja bagi tubuh, itu memang benar. Tapi diatasnya, hatilah yang menjadi filter atau pengendali. Saat melihat yang terlarang, otak kotor kita akan memerintahkan untuk meneruskan yang kita lakukan. Tapi apa kata hati? Jika hati yang kita adalah hati yang bersih, yang tahu mana yang boleh dan mana yang tidak, tentu kita akan menghentikan perbuatan kita. Perkataan, sikap dan perilaku kita adalah perwujudan dari hati. Perilaku yang baik tentu saja lahir dari hati yang baik dan demikian pula sebaliknya.

Jagalah hati, jangan kau kotori. Jagalah hati, lentera hidup ini. Jagalah hati jangan kau nodai. Jagalah hati..

Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah pemilik hati ini. Engkau lah yang berkuasa membolak-balikkannya. Tetapkanlah hati ini dalam agamaMu. Sungguh, tak mampu kami menjaga walau sedetik tanpa pertolonganMu. Jika kami lengah, sungguh syaithan dan nafsu siap menerkam dan menggelincirkan kami dari jalanMu. Ampuni kami ya Robb atas segala kelalaian kami dalam menjaga hati ini..