Selasa, 06 September 2016

Perempuan dan Uang

Ceritanya pulang kuliah perdana Auduting I. Dapat kata2 super dari bu dosen yanv ternyata ketika ditulis membuat tulisan utu berkembang sedemikian rupa sehingga berubah dari sebuah quote menjadi sebuah artikel dari seorang penulis amatir macam saya. Berikut tulisannya. Selamat membaca.

Quote of the night:
Wanita ga wajib mencari nafkah, tapi wanita wajib punya uang.

Itu bukan kataku, tapi kata dosenku lho ya.

Tapi kalau dipikir-pikir bener banget ya apa kata bu dosen. Buktinya wanita itu gampang stres kalau uang sedang menipis. Ga usah jauh-jauh nunjuk orang, aku sendiri lho gitu. Normal kan?

Kalau ga kerja uangnya dari mana?

Kalau belum menikah dan masih ada orang tua yang menafkahi, ya dari orang tua.

Kalau sudah menikah dan masih ada suami, ya berarti dari suami.

Kalau belum menikah tapi orang tua sudah tiada, atau ada tapi tak mampu memberi, ya kerja lah, apa saja, yang penting halalan thoyyiban, dalam batasan syariat.

Kalau sudah menikah, tapi sudah bercerai dan mantan suami tak menafkahi, atau suami meninggal, atau suami sakit, dan tak ada anak dan saudara yang menafkahi, ya kerja juga.

Kalau sudah menikah, suami menafkahi, merasa cukup dengan nafkahnya - dan harus merasa cukup - ya cukup-cukupinlah, atur strategi, gimana caranya biar dengan uang nafkah pemberian suami cukup untuk bertahan hidup sampai waktunya suami memberi nafkah lagi. Terlepas kita sebagai wanita bekerja atau tidak, intinya sama. Rasa cukup dengan pemberian Allah itu kan bisa dirasakan siapa saja, baik ibu bekerja maupun tidak.
Demi Allah ya, bukan jaminan ketika suami berpenghasilan tinggi, nafkah darinya juga banyak, istri juga bekerja dengan penghasilan yang tak sedikit, tak menjadi jaminan bahwa wanita tersebut merasa cukup. Kau tahu, wanita mudah sekali congkak, sombong, dengan uang yang ia hasilkan. Mudah baginya untuk mengungkit pemberiannya, kontribusinya, partisipasinya dalam keuangan rumah tangga. Saya bukan sekali dua kali mengalami hal ini. Dan semoga tidak terulang lagi.

Trus bagaimana cara mengatur keuangannya?

Mau istri bekerja atau tidak, intinya sama.

Pertama, sesuaikan pola, gaya, dan segalanya dengan keadaan finansial kita. Kita sebagai istri dan ibu, yang sekaligus adalah manajer keuangan, adalah yang paling tahu kondisi keuangan keluar kita. Kalau kata para penasihat macam perencana keuangan, harus dibuat skala prioritas.

Skala prioritas ini mirip lah dengan tingkatan hukum dalam agama islam. Ada yang wajib, sunnah, mubah, makruh, hingga haram.

Segala kewajiban yang harus dibayar, seperti hutang dan tagihan bulanan harus jadi prioritas nomor satu, jangan sampai malah tak terbayarkan karena uangnya terpakai untuk hal yang jelas-jelas tidak pokok. Tahu kenapa? Karena hutang akan ditagih hingga akhirat sana. Catat ya, ini poin yang amat sangat penting.

Kedua, tunai kan hak Allah. Jika sudah mencapai nishob, tunaikan zakat. Jika belum, jangan lupa bersedekah. Atau bagi yang zakatnya menunggu nishob selama seratahun, tetaplah bersedekah. Ambil setiap peluang yang datang untuk bersedekah. Dengan uang, tanaga, senyuman. Yakinlah, Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik, lebih banyak, lebih berkah.

Catat. Iya catat. Ini serius. Catatan adalah sebuah bentuk pengendalian internal yang sangat efektif. Catat segala hutang, piutang, sumber pemasukan, segala pengeluaran. Buatlah anggaran, agar kita tahu persisi potensi keuangan dan kebutuhan keluarga kita.Pastikan semua pos keuangan telah masuk dalam anggaran keluarga, termasuk pos sedekah dan menabung. Sebagai manajer keuangan, membyat rencana adalah sebuah kewajiban. Kegagalan membyat rencana, katanya adalah sama dengan merencanakan kegagalan. Buatlah daftar belanja yang harus kita beli, juga berdasarkan prioritas. Sertakan waktu deadline atas rencana-rencana keuangan keluarga kita. Kalau sudah lalu apa? Hm, konsisten lah dengan apa yang sudah kita buat. Tetaplah keep right on the track. Evaluasilah kinerja kita atas setiap realisasi rencana tsb.

Tundalah kesenangan. Seleksi pengeluaran yang sifatnya senang-senang dan memerlukan biaya yang cukup besar. Nonton film di bioskop, kalau memang duit pas-pasan ga usah lah. Lagian juga lebih banyak mudhorotnya. Makan di restoran karena ingin membahagiakan anak-anak dan agar bisa selfi, wefie, trus bisa upload picture di medsos, padahal sebenernya duit cekak, ini juga ga usah pake banget. Naik mobil tiap hari biar gaya tapi sebenarnya ngos-ngosan buat beli bensin dan bayar tol, itu juga ga perlu.
Nyalon biar muka selalu kinclong, tapi sebenernya kantong lagi bolong, ya tinggalkan. Nyalon sendiri di rumah saja, biar hemat dan kulit tetao terawat. Ra sah kakean gaya, kalau kata orang jawa. Karena hidup itu sebenarnya sederhana. Kalau kita sudah mulai merasa hidup kita sulit, tak sederhana, ada baiknya kita introspeksi. Mungkin saja selama ini kita kakehan gaya.
Menunda kesenangan adalah ketrampilan sangat mendasar yang harus kita kuasai. Wajib. Bahkan tak hanya dalam urusan uang uang. Misalnya gini. Lagi asik facebookan, dengar adzan, ya tinggalin dulu lah itu Facebook, ambil air wudhu, segera update statusmu dihadapanNya. Menunda kesenagan juga perlu sekali ditanamkan pada anak sejak dini, agar dia tahu, tak semuanya didaoat dengan instan. Tak semuanya harus didapat sekarang.

Last but not least, jangan lupa bahagia. Sumber daya kita memang terbatas. Jadikan ini sebagai peluang dan tantangan bagi kita untuk membuktikan bahwa kita adalah manajer terbaik dan handal bagi keluarga kita.

That's all.

#selfnote
#biargangantukjadikenekpribadi