Selasa, 21 Februari 2017

Soal telat absen



Wah, aku bener-bener lalai dan lupa kalau aku akan menulis tiap hari. Sekarang posting di facebook aja males luar biasa rasanya sodara-sodara. Eh ini tetiba ingin menulis. Entah menulis apa. 

Oia, aku mau curhat dikit ya…Seperti diketahui bersama, bahwa aku adalah pemegang rekor tertinggi di kantor sebagai pegawai telatan (hiks…hu hu hu…).  Dan tak bisa diingkari bahwa kontribusiku dalam penghematan anggaran dari mata anggaran tunjangan kinerja adalah juga paling besar, bahkan bulan lalu mencapai 20% (prok prok prok…). Mau tahu rasanya apa? Bahagia? Tentu tidak! Nyesek. Iya, nyesek. Gimanalah ga nyesek, penghasilan berkurang yang artinya ada pos pengelurana yang juga akan mengalami ketimpangan. Dan lebih dari sekedar urusan financial, telat ini bikin saya merasa rendah diri, tidak menghargai diri saya sendiri, disamping juga menjadi bahan “bullying” atau candaan teman-teman. Saya melabeli diri sendiri sebagai pegawai telatan dan saya sulit keluar dari label ini. Entah kenapa. Mungkin saya kurang azzam. Dua minggu ini saya berusaha berangkat lebih pagi, meskipun hanya memajukan 5-15 menit. Tapi ternyata itu belum cukup saudara-saudara. Banyak situasi di jalanan atau bahkan di parkiran kantor yang tak terduga sehingg amenghalangi saya untuk bersentuhan dengan mesin absennsi kurang dari jam 8. Hiks…Saya sampai nangis, dan suami adalah korban pertama atas tangis dan amukan saya. Alhamdulillah beliau tahan banting. Suami Cuma cengar-cengir, meluk, bilang besok berangkat lebih pagi dan menggodaku dengan kiss byenya yang lucu dan kemarin mau menyisihkan waktunya menemani saya makan pagi di kantin kantor.
Hm, begitulah cerita tentang “ketelatanku”. Banyak hal saya sesali, dan semoga ini menjadi titik awal bagi saya untuk berubah menjadi lebih baik lagi.  Dan sekarang saya berazzam bersama suami, berusaha maksimal untuk tidak terlambat lagi. Bisa. Pasti Bisa, Insya Allah.


One day one post in 7day
#1